Home / News / Soekarno dan Spirit Bandung: Relevansi Kemanusiaan di Tengah Tantangan Global

Soekarno dan Spirit Bandung: Relevansi Kemanusiaan di Tengah Tantangan Global

22 October 2025 – Lebih dari setengah abad setelah Konferensi Asia-Afrika di Bandung, gagasan-gagasan fundamental yang dikemukakan oleh proklamator kemerdekaan Indonesia, Soekarno, kembali menemukan resonansinya. Semangat Bandung, yang mengusung kemerdekaan, keadilan universal, dan solidaritas antar bangsa, kini terasa semakin mendesak di tengah gejolak geopolitik, ketimpangan ekonomi, dan krisis kemanusiaan global. Pemikiran Soekarno, yang sempat dianggap memudar oleh sebagian kalangan, kini justru diyakini sebagai kompas moral untuk navigasi dunia yang semakin kompleks.

Menggali Kembali Fondasi Kemanusiaan Sejati

Inti dari pemikiran Soekarno yang paling relevan saat ini adalah keyakinannya bahwa kemanusiaan sejati hanya dapat terwujud apabila tidak ada lagi bangsa yang menindas bangsa lain. Visi ini melampaui sekadar kemerdekaan politik; ia menuntut kesetaraan martabat, hak, dan kesempatan bagi seluruh umat manusia, tanpa memandang ras, agama, atau asal negara. Pada era pasca-kolonial, seruan ini adalah landasan bagi Gerakan Non-Blok, sebuah upaya untuk menyeimbangkan kekuatan global dan memberikan suara bagi negara-negara berkembang.

Namun, setelah era Perang Dingin berakhir, fokus terhadap solidaritas global dan anti-penindasan ala Soekarno seolah tergerus oleh prioritas nasional, liberalisasi ekonomi yang masif, dan munculnya hegemoni kekuatan baru. Narasi tentang “akhir sejarah” dan unipolaritas cenderung menenggelamkan semangat multilateralisme berbasis keadilan. Akibatnya, banyak prinsip yang diperjuangkan di Bandung, seperti hak untuk menentukan nasib sendiri dan non-intervensi, dihadapkan pada tantangan baru dalam bentuk dominasi ekonomi, tekanan politik, dan konflik proxy.

“Gagasan Soekarno tentang kemerdekaan dan keadilan universal terasa semakin relevan: bahwa kemanusiaan sejati hanya lahir ketika tidak ada lagi bangsa yang menindas bangsa lain. Ini bukan hanya retorika, melainkan panggilan untuk aksi kolektif dalam membangun tatanan dunia yang lebih adil dan bermartabat.”

— Analis Hubungan Internasional, Dr. Retno Wijayanti

Relevansi Abadi di Tengah Krisis Global

Kini, saat dunia dihadapkan pada serangkaian krisis yang saling berkelindan—mulai dari konflik bersenjata di berbagai belahan dunia, krisis iklim yang mengancam keberlangsungan hidup, hingga kesenjangan ekonomi yang semakin melebar—gagasan Soekarno tentang anti-penindasan dan keadilan universal kembali menemukan urgensinya. Krisis-krisis ini seringkali disproportionately memengaruhi negara-negara dan komunitas yang paling rentan, sebuah bentuk penindasan struktural yang tidak kalah merusak dari kolonialisme fisik.

Semangat Bandung mengajarkan kita untuk tidak berdiam diri di hadapan ketidakadilan. Ini adalah ajakan untuk solidaritas global, advokasi bagi hak-hak kelompok yang terpinggirkan, dan upaya bersama untuk menciptakan sistem internasional yang lebih inklusif dan setara. Menghidupkan kembali pemikiran Soekarno berarti menginternalisasi nilai-nilai kemandirian, gotong royong antar bangsa, dan keberanian untuk menentang setiap bentuk dominasi, baik militer, ekonomi, maupun budaya. Indonesia, sebagai pewaris semangat ini, memiliki peran krusial dalam menyuarakan kembali nilai-nilai tersebut di forum-forum internasional.

Maka, upaya untuk menghidupkan kembali pemikiran Soekarno dan Semangat Bandung bukan hanya sekadar nostalgia sejarah, melainkan kebutuhan mendesak untuk membentuk masa depan yang lebih manusiawi. Ini adalah seruan untuk reorientasi moral kolektif, agar setiap bangsa dapat berdiri setara, bebas dari penindasan, dan berkontribusi pada pembangunan peradaban global yang berlandaskan keadilan dan martabat.


Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda

Tagged: