JAKARTA – Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menunjukkan komitmennya dalam menegakkan disiplin dan kode etik internal dengan menjatuhkan sanksi berat kepada enam personelnya yang terlibat dalam kasus pengeroyokan berujung maut terhadap seorang penagih utang atau mata elang di Kalibata, Jakarta Selatan. Insiden tragis tersebut terjadi pada Kamis, 11 Desember 2025 lalu, dan kini hasil sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) telah diumumkan kepada publik pada 17 December 2025.
Dua personel Polri dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) atau pemecatan, sementara empat lainnya dikenakan sanksi mutasi bersifat demosi. Keputusan ini merupakan respons tegas terhadap pelanggaran serius yang mencoreng citra institusi kepolisian.
Putusan KKEP: Sanksi Tegas Menanti Pelanggar Etik
Polda Metro Jaya, melalui sidang KKEP, menetapkan sanksi terberat bagi Bripka BP dan Bripka AM berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat langsung dalam aksi pengeroyokan yang menyebabkan tewasnya korban berinisial R. Keberadaan mereka di lokasi kejadian dan partisipasi aktif dalam tindak kekerasan menjadi dasar putusan tegas tersebut.
Selain itu, empat personel lainnya, yaitu Iptu MB, Briptu YP, Briptu S, dan Bripda F, dijatuhi sanksi demosi. Sanksi demosi berarti pemindahan tugas atau jabatan dari jabatan lama ke jabatan yang lebih rendah, disertai pembinaan khusus. Briptu YP diketahui turut serta dalam pengeroyokan, sementara Iptu MB, Briptu S, dan Bripda F dinilai lalai karena berada di lokasi kejadian namun tidak mengambil tindakan pencegahan atau melaporkan insiden tersebut kepada atasan.
“Polda Metro Jaya menegaskan komitmennya untuk menindak tegas setiap anggota yang terbukti melanggar kode etik dan hukum. Tindakan indisipliner dan kejahatan yang dilakukan oknum tidak akan ditoleransi, demi menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap Polri.”
Kronologi Insiden Maut di Kalibata
Kasus ini berawal dari perselisihan antara korban berinisial R, seorang debt collector, dengan seorang warga sipil berinisial E di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan. Adu mulut antara keduanya kemudian berujung pada perkelahian fisik. Situasi semakin memanas ketika E memanggil teman-temannya, yang kemudian mengeroyok korban secara brutal. Tragisnya, di antara kerumunan pelaku pengeroyokan tersebut, terdapat sejumlah anggota Polri yang seharusnya menjaga ketertiban dan keamanan.
Bripka BP, Bripka AM, dan Briptu YP teridentifikasi sebagai personel Polri yang aktif ikut serta dalam pengeroyokan bersama pelaku sipil E. Sementara itu, Iptu MB, Briptu S, dan Bripda F, yang juga berada di lokasi, gagal menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka sebagai penegak hukum dengan tidak mencegah aksi kekerasan atau segera melaporkan kejadian tersebut. Akibat pengeroyokan itu, korban R meninggal dunia.
Saat ini, pelaku sipil berinisial E telah diamankan dan ditahan di Polda Metro Jaya. Proses hukum pidana terhadap semua pihak yang terlibat, baik sipil maupun anggota Polri, akan terus berjalan secara terpisah dari sidang kode etik ini. Langkah ini menunjukkan bahwa selain sanksi etik, para pelaku juga akan menghadapi konsekuensi hukum sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Keputusan KKEP ini diharapkan menjadi peringatan keras bagi seluruh jajaran kepolisian agar senantiasa menjunjung tinggi profesionalisme, integritas, dan melindungi masyarakat, bukan sebaliknya.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda






