JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset kini resmi masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas untuk tahun 2025 dan 2026. Keputusan ini menandai komitmen serius pemerintah dan DPR untuk segera merampungkan payung hukum yang dianggap krusial dalam upaya pemberantasan korupsi dan tindak pidana lainnya di Indonesia. Dengan target penyelesaian sesegera mungkin, beleid ini diharapkan menjadi senjata baru yang efektif melawan kejahatan terorganisir dan pencucian uang.
Urgensi penyelesaian RUU ini telah menjadi sorotan publik dan pemerintah selama bertahun-tahun. Banyak pihak menilai bahwa kerangka hukum yang ada saat ini belum cukup memadai untuk menyita aset hasil kejahatan secara maksimal, terutama dalam kasus-kasus di mana pelaku berhasil menyamarkan harta kekayaannya atau melarikan diri dari jerat hukum. Keberadaan RUU Perampasan Aset diharapkan mampu mengisi celah tersebut dengan mekanisme yang lebih kuat dan efisien.
Desakan Publik dan Komitmen Pemerintah
Dorongan kuat untuk mengesahkan RUU Perampasan Aset datang dari berbagai elemen masyarakat sipil, akademisi, hingga lembaga penegak hukum. Frustrasi atas minimnya pengembalian aset negara dari kasus-kasus korupsi besar telah memicu desakan publik yang terus-menerus. Masyarakat berharap RUU ini dapat mengembalikan kepercayaan terhadap sistem hukum dengan memastikan bahwa para pelaku kejahatan tidak dapat menikmati hasil dari perbuatan ilegal mereka.
Di sisi pemerintah, komitmen terhadap RUU ini juga sangat jelas. Presiden Joko Widodo sendiri telah beberapa kali menyatakan pentingnya RUU Perampasan Aset sebagai alat vital dalam menciptakan efek jera dan memulihkan kerugian negara. Lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Kepolisian Republik Indonesia juga secara konsisten menyuarakan kebutuhan akan undang-undang ini untuk memperkuat upaya mereka dalam mengejar dan menyita aset hasil tindak pidana.
“Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset ini bukan sekadar inisiatif legislatif biasa, melainkan sebuah kebutuhan mendesak yang disuarakan oleh rakyat dan didorong penuh oleh negara untuk menciptakan keadilan dan efek jera yang nyata. 19 September 2025 menandai langkah maju signifikan dalam perjuangan panjang melawan kejahatan ekonomi.”
Langkah Maju dan Tantangan ke Depan
Masuknya RUU Perampasan Aset ke dalam Prolegnas Prioritas 2025 dan 2026 menunjukkan adanya konsensus politik yang kuat untuk segera membahas dan mengesahkannya. Status prioritas ini berarti RUU tersebut akan mendapatkan perhatian lebih dalam agenda legislasi dan diharapkan dapat melalui proses pembahasan yang lebih cepat dibandingkan RUU lain.
Salah satu poin krusial dalam RUU ini adalah kemampuannya untuk melakukan perampasan aset tanpa harus menunggu vonis pidana terhadap pelaku (non-conviction based asset forfeiture), dalam kondisi tertentu. Mekanisme ini dianggap akan sangat efektif dalam kasus-kasus kompleks di mana pembuktian pidana sulit dilakukan, namun bukti kepemilikan aset yang tidak wajar sangat kuat. Hal ini juga sejalan dengan praktik terbaik di banyak negara maju yang telah menerapkan hukum serupa.
Meskipun demikian, perjalanan RUU ini hingga menjadi undang-undang definitif mungkin tidak akan lepas dari tantangan. Debat mengenai batasan kewenangan, mekanisme pembuktian, dan potensi penyalahgunaan kekuasaan akan menjadi fokus utama selama pembahasan. Namun, dengan semangat pemberantasan korupsi yang kuat, diharapkan semua pihak dapat menemukan titik temu demi terciptanya regulasi yang kokoh dan adil.
Penyelesaian RUU Perampasan Aset pada 19 September 2025 atau dalam waktu dekat akan menjadi tonggak penting bagi penegakan hukum di Indonesia. Keberadaannya akan memperkuat pondasi hukum negara dalam memulihkan aset hasil kejahatan, memberikan efek jera, dan pada akhirnya, berkontribusi pada terciptanya tata kelola pemerintahan yang lebih bersih dan transparan.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda