Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri secara resmi mengumumkan penghentian penggunaan sirene dan rotator pada kendaraan patroli pengawal (patwal) mereka. Langkah ini diambil menyusul derasnya gelombang protes dan kritik dari masyarakat luas, terutama melalui platform media sosial, yang menyoroti penyalahgunaan fasilitas prioritas di jalan raya.
Keputusan ini menandai akhir dari polemik panjang yang seringkali menjadi sorotan publik. Keresahan masyarakat muncul akibat persepsi penyalahgunaan dan ketidakadilan dalam penggunaan sirene dan rotator, baik oleh kendaraan patwal maupun pihak-pihak lain yang tidak berhak. Gerakan anti-sirene dan rotator yang masif di berbagai platform media sosial telah mendesak pihak berwenang untuk meninjau kembali kebijakan dan praktik penggunaan fasilitas tersebut.
Latar Belakang dan Kontroversi
Penggunaan sirene dan rotator pada kendaraan bermotor diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Pasal 59 ayat (5) secara spesifik menyebutkan kendaraan yang mendapatkan hak utama di jalan raya, seperti ambulans, pemadam kebakaran, kendaraan kepolisian, TNI, serta instansi penanganan bencana. Fasilitas ini diberikan untuk menunjang tugas-tugas darurat dan mendesak demi kepentingan umum.
Namun, dalam praktiknya, seringkali ditemukan kendaraan sipil atau bahkan kendaraan dinas non-patwal menggunakan fasilitas ini tanpa hak, menyebabkan kemacetan dan ketidaknyamanan bagi pengguna jalan lainnya. Bahkan, penggunaan sirene dan rotator pada kendaraan patwal Polri pun tak luput dari kritik, terutama ketika dirasa tidak esensial atau terkesan mengabaikan etika berlalu lintas. Polemik ini mencapai puncaknya ketika publik ramai-ramai membagikan video dan foto insiden yang menunjukkan potensi penyalahgunaan, memicu gelombang desakan agar Korlantas Polri mengambil tindakan tegas.
‘Keputusan ini adalah bentuk respons kami terhadap aspirasi masyarakat. Kami menyadari adanya keresahan publik terkait penggunaan sirene dan rotator, bahkan pada kendaraan patwal kami sendiri, yang terkadang disalahartikan atau menimbulkan ketidaknyamanan. Dengan penghentian ini, kami berharap dapat mengembalikan kepercayaan publik dan menegakkan etika berlalu lintas yang lebih baik,’ demikian disampaikan oleh perwakilan Korlantas Polri dalam pernyataan resminya pada 19 September 2025.
Implikasi dan Harapan ke Depan
Penghentian penggunaan sirene dan rotator pada mobil patwal ini memiliki beberapa implikasi penting. Pertama, diharapkan dapat mengurangi potensi kesalahpahaman dan persepsi negatif dari masyarakat terhadap tugas-tugas kepolisian di jalan raya. Kedua, keputusan ini menegaskan kembali prinsip kesetaraan di jalan raya, di mana setiap pengguna jalan memiliki hak dan kewajiban yang sama, kecuali dalam kondisi darurat yang diatur undang-undang.
Ketiga, langkah ini diharapkan dapat menjadi preseden baik dan mendorong penegakan hukum yang lebih ketat terhadap kendaraan sipil atau pihak-pihak lain yang menyalahgunakan sirene dan rotator. Meskipun keputusan ini disambut positif, tantangan selanjutnya adalah konsistensi implementasi dan pengawasan. Masyarakat diharapkan tetap aktif memantau dan melaporkan jika ditemukan pelanggaran, sementara Korlantas Polri sendiri diharapkan terus melakukan sosialisasi dan penertiban guna memastikan aturan ini dijalankan secara efektif. Langkah ini merupakan upaya penting untuk membangun kembali kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum dan mewujudkan ketertiban berlalu lintas yang lebih baik di Indonesia.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda