Aktivis lingkungan dari Greenpeace Indonesia bersama sejumlah pemuda Papua menggelar aksi damai di depan Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, pada 18 December 2025. Mereka menyuarakan penolakan keras terhadap Proyek Strategis Nasional (PSN) perkebunan tebu di Merauke, Papua Selatan, yang dinilai mengancam deforestasi besar-besaran dan hak-hak masyarakat adat. Aksi ini menyoroti ambisi pemerintah untuk swasembada bioetanol yang disebut berpotensi mengorbankan kelestarian hutan alam Papua.
Kritik Pedas Terhadap Ambisi Bioetanol
Dalam orasi mereka, perwakilan Greenpeace Indonesia menegaskan bahwa proyek tebu raksasa ini adalah “solusi palsu” yang akan membawa dampak buruk bagi lingkungan dan kehidupan komunitas lokal. Mereka menyoroti bahwa target produksi bioetanol yang ambisius dapat memicu pembabatan jutaan hektar hutan alam yang merupakan rumah bagi keanekaragaman hayati unik dan juga sumber kehidupan bagi masyarakat adat Papua.
Koordinator aksi dari kalangan pemuda Papua menambahkan, proyek ini secara fundamental mengabaikan keberadaan dan hak-hak tradisional masyarakat adat yang telah hidup harmonis dengan hutan selama turun-temurun. “Ruang hidup kami, adat istiadat kami, semuanya terancam jika proyek ini terus berjalan,” ujar salah satu perwakilan pemuda Papua, menyerukan agar pemerintah lebih memperhatikan suara rakyat di lapangan.
PSN tebu di Merauke merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mencapai kemandirian energi dan pangan melalui pengembangan komoditas pertanian berskala besar. Namun, bagi para aktivis, pendekatan ini justru berisiko tinggi menimbulkan konflik agraria dan kerusakan lingkungan yang tidak dapat diperbaiki. Mereka mendesak pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan PSN yang berdampak pada wilayah hutan adat dan ekosistem vital.
Pernyataan tegas terkait pengembangan komoditas di Papua sebelumnya datang dari Presiden Prabowo Subianto. Dalam pengarahannya kepada kepala daerah se-Papua dan Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua di Istana Negara, yang direncanakan pada Selasa, 16 Desember 2025, Presiden disebut-sebut akan menekankan pentingnya pemanfaatan lahan untuk ketahanan energi dan pangan. Visi ini telah kerap disuarakan dalam berbagai kesempatan.
“Wilayah Papua harus ditanam kelapa sawit untuk Bahan Bakar Minyak (BBM), dan tebu atau singkong untuk etanol. Penanaman di Papua bertujuan untuk swasembada energi dan pangan,” demikian kutipan pernyataan Presiden Prabowo yang menjadi salah satu pendorong utama proyek-proyek agraria skala besar di Bumi Cenderawasih.
Dilema Pembangunan dan Kelestarian Lingkungan
Rencana besar penanaman tebu untuk bioetanol ini mencerminkan dilema klasik antara ambisi pembangunan ekonomi dan kebutuhan pelestarian lingkungan serta penghormatan hak asasi manusia. Para pegiat lingkungan khawatir bahwa deforestasi yang masif akan mempercepat laju perubahan iklim, menghilangkan habitat satwa endemik, serta merusak fungsi ekologis hutan sebagai penyangga kehidupan, seperti penyerapan karbon dan pengatur tata air.
Greenpeace Indonesia mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan alternatif energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan dan tidak memerlukan pembabatan hutan. Mereka juga menyerukan pentingnya melibatkan masyarakat adat dalam setiap proses perencanaan dan pengambilan keputusan terkait pemanfaatan lahan ulayat mereka, sesuai dengan prinsip persetujuan bebas, didahulukan, dan diinformasikan (PADI/FPIC) yang diakui secara internasional.
Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari Kementerian Koordinator bidang Perekonomian terkait tuntutan para aktivis. Aksi ini menjadi pengingat penting bagi pemerintah untuk menyeimbangkan target ekonomi dengan keberlanjutan lingkungan dan keadilan sosial, terutama di wilayah yang kaya akan sumber daya alam dan keanekaragaman budaya seperti Papua. Pertaruhan atas masa depan hutan Papua dan kehidupan masyarakat adat kini berada di tangan pembuat kebijakan, dengan harapan solusi yang adil dan berkelanjutan dapat ditemukan.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda





