JAKARTA – Wacana pengesahan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) di Sidang Paripurna DPR RI semakin menguat, namun langkah ini diwarnai oleh seruan kritis dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP. Koalisi tersebut menyatakan bahwa draf revisi KUHAP masih mengandung sejumlah pasal bermasalah yang berpotensi mereduksi hak-hak dasar warga negara dan memperlebar celah penyalahgunaan wewenang, sehingga mendesak penundaan pengesahan.
Pada 17 November 2025, koalisi yang terdiri dari berbagai organisasi pegiat hukum dan hak asasi manusia ini kembali menyuarakan keprihatinan mereka. Mereka menyoroti bahwa proses pembahasan yang terkesan terburu-buru dan kurang transparan berisiko menghasilkan produk hukum yang jauh dari harapan reformasi peradilan pidana yang progresif dan berkeadilan. KUHAP sendiri merupakan payung hukum fundamental yang mengatur proses penegakan hukum pidana, mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga pemeriksaan di pengadilan. Oleh karena itu, setiap perubahan di dalamnya memiliki dampak signifikan terhadap sistem peradilan dan perlindungan hak asasi manusia.
Poin-poin Krusial dalam Sorotan
Masyarakat sipil menyoroti beberapa pasal krusial dalam draf revisi yang mereka anggap bermasalah. Salah satu kekhawatiran utama adalah potensi perluasan kewenangan aparat penegak hukum tanpa diimbangi mekanisme pengawasan yang memadai. Hal ini dikhawatirkan dapat membuka ruang bagi tindakan sewenang-wenang, mulai dari penangkapan dan penahanan, hingga penyitaan barang bukti, yang dapat melanggar prinsip due process of law.
Selain itu, koalisi juga menyoroti ketentuan mengenai hak-hak tersangka dan terdakwa yang dinilai masih belum optimal melindungi dari praktik penyiksaan atau perlakuan tidak manusiawi lainnya selama proses hukum. Beberapa definisi dalam draf juga dianggap multitafsir dan berpotensi digunakan untuk membungkam kritik atau membatasi kebebasan sipil. Menurut mereka, revisi ini seharusnya menjadi momentum untuk memperkuat perlindungan hak asasi manusia, bukan malah melemahkannya.
“Kami mendesak DPR RI untuk tidak terburu-buru mengesahkan revisi KUHAP ini. Ada banyak pasal yang masih berpotensi mereduksi hak asasi warga negara dan memperlebar celah penyalahgunaan wewenang oleh aparat. Reformasi hukum acara pidana harus dilakukan secara komprehensif, partisipatif, dan mendalam, bukan sekadar menggugurkan kewajiban legislasi,” ujar salah satu perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil dalam keterangan tertulisnya.
Koalisi menggarisbawahi pentingnya keterlibatan publik dan pakar hukum dalam pembahasan akhir draf. Mereka berpendapat bahwa masukan dari berbagai elemen masyarakat akan memastikan bahwa revisi KUHAP benar-benar mencerminkan kebutuhan akan sistem peradilan yang adil, transparan, dan akuntabel.
Harapan dan Tantangan di Balik Proses Legislasi
Proses legislasi revisi KUHAP telah berlangsung cukup lama dan melibatkan diskusi intensif di internal DPR serta pemerintah. Namun, momentum percepatan pengesahan menjelang akhir masa jabatan anggota dewan saat ini menimbulkan pertanyaan mengenai kualitas dan substansi draf akhir. Tantangan terbesar adalah bagaimana menyeimbangkan antara kebutuhan akan efisiensi penegakan hukum dengan perlindungan hak asasi manusia yang universal.
Masyarakat sipil berharap DPR RI dapat menahan diri dan tidak mengesahkan draf revisi KUHAP yang dinilai masih memiliki cacat fundamental. Mereka menyerukan agar draf tersebut dikembalikan ke meja pembahasan, membuka ruang dialog yang lebih luas, dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan untuk menyempurnakan pasal-pasal yang masih bermasalah. Sebuah KUHAP yang baru harus mampu menjawab tantangan zaman, memastikan keadilan substantif, serta membangun kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.
Pengesahan revisi KUHAP yang tergesa-gesa tanpa memperhatikan masukan kritis dari masyarakat sipil berpotensi menciptakan produk hukum yang sarat akan polemik di kemudian hari, bahkan dapat memicu gugatan hukum. Oleh karena itu, para wakil rakyat diharapkan dapat bertindak bijaksana dan mengutamakan kepentingan jangka panjang bangsa dalam mewujudkan sistem peradilan yang benar-benar modern, adil, dan menjunjung tinggi martabat kemanusiaan.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda






