Penggeledahan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum terhadap kantor Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Lokataru) serta kediaman aktivis Delpedro pada 06 September 2025 menuai sorotan tajam dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Direktur LBH, Muhammad Fadhil Alfathan, secara tegas mengkritik proses penggeledahan yang dinilai tidak profesional dan menyimpang dari prosedur hukum yang berlaku, khususnya terkait relevansi barang bukti yang hendak disita.
LBH Pertanyakan Prosedur dan Relevansi Barang Bukti
Dalam keterangan resminya kepada media, Muhammad Fadhil Alfathan mengungkapkan kekhawatirannya terhadap standar operasional prosedur yang diterapkan selama penggeledahan. Ia menyoroti ketidakjelasan daftar barang yang hendak disita, yang menurutnya seringkali tidak memiliki relevansi langsung dengan dugaan perkara yang dituduhkan kepada Delpedro. Fadhil menekankan bahwa setiap tindakan penyitaan harus didasari oleh prinsip proporsionalitas dan memiliki kaitan erat dengan penyelidikan kasus.
Salah satu insiden yang mencuat dan menjadi sorotan utama adalah upaya penyitaan barang yang sama sekali tidak terkait dengan kasus, bahkan terkesan remeh. “Bayangkan, di tengah proses serius penggeledahan, ada upaya menyita deodorant. Ini menunjukkan ada kejanggalan serius dalam pemahaman tim penyidik terhadap barang bukti yang relevan dan esensial untuk sebuah perkara,” terang Fadhil. Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut mencerminkan kurangnya profesionalisme dan pemahaman hukum yang memadai dari pihak pelaksana penggeledahan.
Penggeledahan ini terjadi di dua lokasi berbeda, yakni kantor Lokataru, sebuah lembaga yang dikenal aktif dalam advokasi hak asasi manusia, serta rumah pribadi Delpedro, seorang aktivis yang kerap menyuarakan isu-isu kritis. Tim advokasi yang mendampingi proses tersebut mencatat beberapa poin keberatan, termasuk absennya daftar barang bukti yang spesifik sebelum penggeledahan dimulai dan upaya penyitaan barang-barang yang di luar batas relevansi kasus.
“Proses penggeledahan seharusnya dilakukan dengan sangat hati-hati dan didasari oleh prinsip kehati-hatian serta relevansi barang bukti yang kuat. Ketika barang-barang yang tidak memiliki korelasi sama sekali dengan perkara, bahkan benda pribadi seperti deodorant, hendak disita, ini adalah pelanggaran serius terhadap prosedur dan menunjukkan adanya motif lain di luar penegakan hukum murni. Kami menuntut transparansi dan akuntabilitas dari aparat.”
Timbulkan Kecemasan bagi Aktivis dan Pembela HAM
Kritik LBH ini bukan hanya menyoroti satu insiden spesifik, melainkan juga menyoroti pola yang lebih luas dalam penanganan kasus yang melibatkan aktivis dan pembela hak asasi manusia di Indonesia. Fadhil Alfathan menegaskan bahwa praktik penggeledahan yang sembrono, tidak proporsional, dan melanggar prosedur dapat berdampak negatif terhadap kebebasan berekspresi dan kerja-kerja advokasi. “Jika penyitaan bisa dilakukan sewenang-wenang tanpa batas relevansi yang jelas, ini akan menciptakan iklim ketakutan bagi para aktivis dan organisasi masyarakat sipil dalam menjalankan peran konstitusional mereka,” imbuhnya.
LBH mendesak pihak berwenang untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap prosedur penggeledahan dan penyitaan barang bukti. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci untuk memastikan bahwa setiap tindakan penegakan hukum dilakukan sesuai koridor konstitusi dan undang-undang yang berlaku. “Kami meminta agar pihak berwenang memberikan penjelasan konkret terkait dasar hukum dan relevansi barang-barang yang dicari, serta menjamin hak-hak Delpedro sebagai warga negara yang harus dihormati selama proses hukum berlangsung,” kata Fadhil.
Insiden ini memperkuat kekhawatiran tentang potensi kriminalisasi terhadap aktivis yang menyuarakan kritik atau terlibat dalam isu-isu sensitif. Penting bagi aparat penegak hukum untuk membedakan secara tegas antara tindakan kriminal murni dengan aktivitas advokasi yang sah, serta memastikan bahwa proses hukum tidak digunakan sebagai alat untuk membungkam suara-suara kritis. Masyarakat sipil berharap ada tindak lanjut serius dari laporan LBH ini guna mencegah terulangnya praktik serupa di masa mendatang, demi tegaknya supremasi hukum dan perlindungan hak asasi manusia.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda