Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menetapkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah I Sumatera Utara berinisial HEL sebagai tersangka. Penetapan tersangka ini terkait dugaan penerimaan suap senilai Rp120 juta dalam sebuah kasus korupsi proyek pembangunan dan pemeliharaan jalan di wilayah tersebut. Pengumuman ini disampaikan oleh juru bicara KPK, Asep, pada 29 June 2025, menandai langkah maju dalam upaya pemberantasan korupsi di sektor infrastruktur.
Menurut Asep, penetapan tersangka ini merupakan hasil dari pengembangan penyelidikan yang mendalam setelah adanya indikasi kuat terkait praktik suap dalam proyek yang seharusnya mendukung konektivitas dan pembangunan daerah. HEL, dalam kapasitasnya sebagai PPK, memegang peranan vital dan strategis dalam setiap proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan Satker PJN Wilayah I Sumatera Utara. Kewenangan besar yang melekat pada jabatannya meliputi penandatanganan kontrak, pengendalian ketat atas pelaksanaan pekerjaan, serta pengambilan keputusan krusial yang menyangkut penggunaan anggaran negara.
Modus Operandi dan Peran Tersangka
Investigasi KPK menemukan bahwa suap senilai Rp120 juta tersebut diduga diterima oleh HEL dari pihak ketiga yang berkepentingan dengan proyek jalan. Uang haram ini disinyalir sebagai imbalan atas kemudahan atau persetujuan tertentu dalam proses lelang maupun pelaksanaan proyek. Praktik suap semacam ini berpotensi besar merugikan keuangan negara, karena dapat mengarah pada penetapan pemenang tender yang tidak kompeten, penggunaan material berkualitas rendah, atau pengerjaan proyek yang tidak sesuai standar, yang pada akhirnya merugikan masyarakat luas sebagai pengguna infrastruktur.
KPK menegaskan bahwa posisi PPK yang memiliki akses langsung ke anggaran dan kewenangan pengambilan keputusan, sangat rentan terhadap godaan korupsi. Peran HEL sebagai pengelola anggaran dan pengendali proyek menjadikannya kunci utama dalam memastikan transparansi dan akuntabilitas. Namun, dalam kasus ini, diduga terjadi penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau pihak lain, yang bertentangan dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
“Kami menyoroti serius praktik korupsi di sektor infrastruktur, karena dampaknya langsung terasa pada pembangunan dan pelayanan publik. Kasus ini menjadi pengingat bahwa KPK tidak akan berhenti memberantas setiap upaya penyalahgunaan wewenang, terutama yang merugikan kepentingan rakyat dan menghambat pembangunan nasional,” tegas Asep dalam keterangannya.
Komitmen Pemberantasan Korupsi Infrastruktur
KPK berkomitmen penuh untuk terus mendalami kasus ini dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain yang terlibat dalam jejaring korupsi proyek jalan di Sumatera Utara. Penerapan pasal-pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) akan menjadi landasan hukum dalam menjerat para pelaku. Proses penyidikan akan terus berjalan untuk mengumpulkan bukti-bukti tambahan, memeriksa saksi-saksi, serta menelusuri aliran dana suap tersebut.
Kasus korupsi yang melibatkan proyek infrastruktur jalan raya bukan kali pertama ditangani oleh KPK. Sektor ini memang menjadi salah satu fokus utama KPK mengingat besarnya alokasi anggaran negara yang digelontorkan untuk pembangunan dan pemeliharaan jalan di seluruh Indonesia. KPK secara konsisten melakukan pengawasan dan penindakan untuk memastikan bahwa setiap rupiah anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan dapat dimanfaatkan secara optimal demi kesejahteraan masyarakat, bukan untuk memperkaya segelintir oknum.
Penetapan HEL sebagai tersangka diharapkan dapat menjadi peringatan keras bagi para pejabat negara lainnya yang memiliki kewenangan serupa untuk selalu menjaga integritas dan menjunjung tinggi amanah jabatan demi mewujudkan pemerintahan yang bersih dari praktik korupsi.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda