Home / News / Komunitas Ojol Tolak Pemotongan Komisi 10%: Khawatir Penghasilan Turun Drastis

Komunitas Ojol Tolak Pemotongan Komisi 10%: Khawatir Penghasilan Turun Drastis

Sebuah kejutan muncul di tengah wacana penyesuaian tarif ojek online (ojol). Komunitas pengemudi ojol di wilayah Jabodetabek secara vokal menolak skema pemotongan komisi yang diusulkan untuk diturunkan dari 20 persen menjadi 10 persen. Penolakan ini kontradiktif dengan anggapan umum bahwa pemotongan komisi yang lebih rendah akan menguntungkan mitra pengemudi, namun para driver memiliki alasan kuat di balik sikap mereka.

Analisis Penolakan: Mengapa Lebih Rendah Justru Ditolak?

Alih-alih menyambut baik, para pengemudi justru menyuarakan kekhawatiran mendalam. Sejumlah perwakilan komunitas mengungkapkan bahwa penurunan persentase komisi menjadi 10 persen berpotensi diiringi dengan penyesuaian tarif dasar per kilometer oleh aplikator. Kondisi ini dikhawatirkan akan menyebabkan penurunan signifikan pada pendapatan bersih harian mereka, bahkan mungkin lebih buruk dibandingkan skema 20 persen yang berlaku saat ini.

“Kami tidak ingin sekadar persentase komisi yang turun, tapi malah dipangkas di tarif dasar. Kalau komisi 10 persen tapi ongkos per kilometernya dipangkas, ujung-ujungnya penghasilan kami bisa lebih kecil dari sekarang. Beban operasional seperti bensin dan perawatan motor tetap tinggi, tidak sebanding dengan penurunan komisi yang semu,” ujar salah satu perwakilan komunitas ojol Jabodetabek, yang enggan disebutkan namanya, kepada media pada 20 July 2025.

Para pengemudi menjelaskan bahwa komisi 20 persen, meskipun dirasa cukup besar, telah menjadi bagian dari perhitungan pendapatan harian mereka selama ini. Mereka menganggap bahwa struktur ini, meskipun tidak ideal, lebih stabil dan prediktif dibandingkan potensi ketidakpastian yang mungkin muncul dari perubahan tarif dasar yang menyertai skema 10 persen. Para pengemudi menyoroti bahwa setiap perubahan harus mempertimbangkan kesejahteraan total mereka, bukan hanya sekadar angka di atas kertas.

Kekhawatiran ini mencerminkan trauma masa lalu di mana perubahan kebijakan aplikator kerap kali berakhir dengan penurunan pendapatan bersih pengemudi. Kondisi ekonomi yang menantang, dengan kenaikan harga bahan bakar dan biaya hidup, membuat setiap potensi penurunan pendapatan menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup mereka dan keluarga.

Tuntutan Komunitas dan Peran Regulator

Selain menolak penurunan komisi ke 10 persen dengan syarat, komunitas ojol juga mendesak pemerintah dan aplikator untuk duduk bersama merumuskan formula tarif yang lebih adil dan berkelanjutan. Mereka menginginkan adanya transparansi penuh dalam penentuan tarif dasar, perhitungan komisi, serta skema insentif yang dapat meningkatkan daya beli para pengemudi di tengah inflasi dan kenaikan biaya hidup.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebagai regulator memiliki peran krusial dalam menengahi persoalan ini. Selama ini, Kemenhub telah mengeluarkan sejumlah regulasi terkait tarif batas atas dan batas bawah ojol untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan pengemudi, aplikator, dan pengguna. Namun, isu komisi dan skema pendapatan bersih pengemudi masih menjadi area yang seringkali menimbulkan gesekan dan membutuhkan regulasi yang lebih spesifik serta mengikat.

Wacana perubahan komisi ini menambah daftar panjang tantangan yang dihadapi industri transportasi daring. Dialog intensif antara perwakilan pengemudi, pihak aplikator, dan pemerintah diharapkan dapat menghasilkan solusi komprehensif yang tidak hanya mempertimbangkan profitabilitas perusahaan, tetapi juga keberlangsungan pendapatan dan kesejahteraan ribuan mitra pengemudi yang menjadi tulang punggung mobilitas perkotaan dan motor penggerak ekonomi digital.


Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda

Tagged: