JAKARTA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali menyoroti kebijakan tarif angkutan umum di Ibu Kota. Sementara tarif Moda Raya Terpadu (MRT) dan Lintas Raya Terpadu (LRT) dipastikan tidak akan mengalami kenaikan dalam waktu dekat, nasib tarif TransJakarta justru sedang dalam tahap pengkajian intensif. Hal ini diungkapkan oleh Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta, yang menyoroti fakta bahwa tarif TransJakarta telah stagnan selama hampir dua dekade, menimbulkan pertanyaan besar tentang keberlanjutan operasionalnya.
Keputusan untuk mempertahankan tarif MRT dan LRT menunjukkan komitmen Pemprov Jakarta dalam mendorong penggunaan transportasi publik modern. Namun, fokus kajian pada TransJakarta mengindikasikan adanya tantangan berbeda yang dihadapi oleh salah satu tulang punggung mobilitas warga Ibu Kota tersebut. Stagnasi tarif yang berkepanjangan ini menjadi sorotan utama, mengingat dinamika biaya operasional yang terus meningkat seiring inflasi dan tuntutan peningkatan kualitas layanan.
Dua Dekade Tanpa Penyesuaian: Beban Subsidi dan Kualitas Layanan
TransJakarta, yang telah beroperasi sejak tahun 2004, menjadi pionir sistem Bus Rapid Transit (BRT) di Asia Tenggara. Sejak diluncurkan, tarif dasar sebesar Rp 3.500 telah ditetapkan dan tidak pernah berubah secara signifikan, bahkan ketika berbagai komponen biaya operasional seperti harga bahan bakar, suku cadang, perawatan armada, dan upah karyawan terus merangkak naik. Kondisi ini menempatkan beban berat pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta melalui skema subsidi kewajiban pelayanan publik (PSO – Public Service Obligation).
Pada 10 October 2025, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta menegaskan bahwa kajian mengenai penyesuaian tarif TransJakarta adalah langkah proaktif untuk menjamin keberlangsungan dan peningkatan kualitas layanan. “Kami menyadari bahwa tarif TransJakarta sudah hampir 20 tahun tidak mengalami penyesuaian. Ini adalah waktu yang tepat untuk melakukan evaluasi menyeluruh, mempertimbangkan tidak hanya aspek keberlanjutan finansial, tetapi juga dampak terhadap pengguna dan kualitas layanan yang bisa kami berikan,” ujarnya dalam sebuah kesempatan.
Stagnasi tarif ini bukan tanpa alasan. Pemprov Jakarta selama ini berusaha keras menjaga tarif tetap terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama golongan menengah ke bawah, sebagai bagian dari upaya pemerataan akses transportasi. Namun, ada kekhawatiran bahwa subsidi yang terlalu besar dapat menghambat investasi baru untuk peremajaan armada, pengembangan rute, dan peningkatan fasilitas. Tanpa penyesuaian yang proporsional, risiko penurunan kualitas layanan atau keterlambatan inovasi bisa menjadi kenyataan.
“Keseimbangan antara tarif yang terjangkau dan kemampuan operator untuk menyediakan layanan prima adalah kunci. Jika biaya operasional terus meningkat sementara tarif tetap, kualitas layanan akan terancam. Ini adalah dilema klasik dalam tata kelola transportasi publik di kota-kota besar,” kata seorang pengamat kebijakan publik. “Kajian ini harus komprehensif, melibatkan berbagai pemangku kepentingan, dan transparan.”
Dilema Kebijakan: Antara Keterjangkauan dan Keberlanjutan
Kajian tarif TransJakarta yang sedang berjalan ini mencakup berbagai aspek. Mulai dari analisis biaya operasional secara rinci, perbandingan dengan tarif BRT di kota-kota besar lain di dunia, daya beli masyarakat, hingga dampak potensi kenaikan tarif terhadap perpindahan moda dan kemacetan lalu lintas. Pemprov Jakarta juga mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, termasuk operator TransJakarta, masyarakat pengguna, akademisi, dan organisasi pemerhati transportasi.
Berbeda dengan TransJakarta, kebijakan tarif MRT dan LRT yang dipertahankan stabil kemungkinan besar didasari oleh beberapa faktor. Kedua moda transportasi massal berbasis rel ini relatif baru, dengan investasi infrastruktur yang masif dan diharapkan dapat menarik lebih banyak penumpang untuk beralih dari kendaraan pribadi. Kebijakan tarif yang stabil juga bisa menjadi insentif untuk mendorong adaptasi dan membiasakan masyarakat menggunakan moda transportasi modern tersebut. Selain itu, struktur biaya operasional dan model bisnis MRT dan LRT mungkin memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan TransJakarta.
Keputusan akhir mengenai tarif TransJakarta akan sangat menentukan arah pengembangan transportasi publik di Jakarta ke depan. Ini adalah langkah krusial dalam menyeimbangkan antara penyediaan layanan yang terjangkau bagi masyarakat dan memastikan keberlanjutan finansial serta kualitas operasional TransJakarta sebagai tulang punggung mobilitas Ibu Kota. Hasil kajian ini diharapkan dapat menghasilkan solusi yang adil dan berkelanjutan untuk semua pihak.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda