Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi pada 08 July 2025 membantah keras pandangan yang menyebut bahwa gelombang Warga Negara Indonesia (WNI) yang mencari pekerjaan di luar negeri adalah akibat dari minimnya lapangan pekerjaan di dalam negeri. Nasbi menegaskan bahwa fenomena ini lebih didasari oleh tradisi ‘merantau’ yang telah mengakar kuat dalam masyarakat Indonesia.
Bantahan Istana Terkait Isu Kelangkaan Lapangan Kerja
Pernyataan Nasbi ini muncul di tengah diskusi publik yang kian intensif mengenai kondisi pasar tenaga kerja domestik dan meningkatnya minat WNI untuk bekerja di luar negeri, seringkali diasumsikan sebagai indikasi kurangnya kesempatan di tanah air. Isu kelangkaan lapangan kerja seringkali menjadi bahan perdebatan, terutama di kalangan masyarakat dan pengamat ekonomi yang menyoroti angka pengangguran serta tantangan dalam menciptakan pekerjaan yang layak dan berkelanjutan.
Nasbi secara tegas menepis narasi tersebut, menekankan bahwa pemerintah terus berupaya menciptakan lapangan kerja yang inklusif dan berkualitas di berbagai sektor. Ia menggarisbawahi bahwa mobilitas tenaga kerja ke luar negeri bukanlah semata-mata cerminan dari kegagalan sistem ketenagakerjaan domestik, melainkan bagian dari dinamika globalisasi dan pilihan individu yang termotivasi oleh berbagai faktor, termasuk pengembangan diri dan peningkatan taraf hidup keluarga.
Tradisi Merantau: Narasi Alternatif di Balik Migrasi Pekerja
Dalam penjelasannya, Nasbi mengutip aspek budaya sebagai faktor dominan di balik fenomena WNI yang mencari penghidupan di luar negeri. Ia menyebut tradisi ‘merantau’ sebagai bagian inheren dari identitas bangsa yang tidak bisa dipisahkan dari motivasi ekonomi semata. Menurutnya, pemahaman ini penting untuk melihat konteks migrasi pekerja secara lebih komprehensif.
“Kita sudah terbiasa merantau. Sejak dulu nenek moyang kita sudah berlayar ke mana-mana, bukan karena tidak ada pekerjaan di kampung, tapi karena jiwa petualang dan mencari pengalaman lebih luas sudah menjadi bagian dari identitas bangsa kita,” ujar Hasan Nasbi dalam keterangannya.
Konsep ‘merantau’ yang diutarakan Nasbi merujuk pada tradisi panjang masyarakat Indonesia untuk pergi ke tempat lain, baik di dalam maupun luar negeri, guna mencari penghidupan, pengalaman, atau ilmu pengetahuan. Fenomena ini tidak semata-mata dikaitkan dengan ketiadaan peluang di daerah asal, melainkan sebagai bagian dari dinamika sosial dan ekonomi yang telah lama ada. Pemerintah, lanjut Nasbi, melihat Pekerja Migran Indonesia (PMI) sebagai aset yang berkontribusi pada devisa negara melalui remitansi dan transfer pengetahuan serta keterampilan, bukan semata-mata sebagai indikasi kegagalan sistem ketenagakerjaan domestik.
Meskipun demikian, Istana menyadari pentingnya peningkatan kualitas dan kuantitas lapangan kerja di dalam negeri. Berbagai program pelatihan vokasi, kemudahan berusaha bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta investasi infrastruktur terus digenjot untuk menyerap lebih banyak tenaga kerja lokal dan mengurangi kebutuhan WNI untuk mencari nafkah di luar negeri karena keterpaksaan ekonomi. Diskusi mengenai keseimbangan antara tradisi ‘merantau’ dan ketersediaan lapangan kerja domestik diperkirakan akan terus menjadi sorotan utama dalam agenda pembangunan nasional.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda