Pengadilan Militer telah memulai persidangan terhadap empat prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang didakwa atas keterlibatan mereka dalam kasus kematian Prada Lucky. Keempatnya menghadapi ancaman hukuman penjara maksimal sembilan tahun, sebuah sanksi tegas yang menggarisbawahi komitmen institusi terhadap penegakan hukum internal serta prinsip akuntabilitas di mata hukum.
Kasus yang menarik perhatian publik ini berpusat pada dakwaan primair Pasal 131 ayat (1) jo ayat (3) KUHPM jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPM yang dikenakan kepada para terdakwa. Pasal 131 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) secara umum mengatur tentang tindak pidana penganiayaan, di mana ayat (3) secara spesifik menguraikan konsekuensi hukum jika penganiayaan tersebut mengakibatkan kematian. Sementara itu, Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPM menegaskan peran serta atau penyertaan dalam suatu tindak pidana, menandakan bahwa para terdakwa diduga memiliki peran aktif, baik sebagai pelaku utama maupun turut serta, dalam insiden yang merenggut nyawa Prada Lucky.
Proses Hukum dan Implikasi Dakwaan
Kematian Prada Lucky yang tragis dilaporkan terjadi beberapa waktu lalu di sebuah fasilitas militer, diduga kuat akibat tindakan kekerasan atau penganiayaan. Insiden ini sontak memicu penyelidikan mendalam oleh Polisi Militer yang akhirnya menetapkan empat prajurit sebagai tersangka dan kini telah diseret ke meja hijau.
Persidangan yang kini bergulir di Pengadilan Militer ini menjadi sorotan publik, khususnya terkait transparansi dan akuntabilitas institusi TNI dalam menangani kasus pelanggaran anggotanya. Jaksa Militer telah menyajikan bukti-bukti awal dan kesaksian yang mendukung dakwaan, berusaha membuktikan bahwa tindakan para terdakwa memenuhi unsur-unsur pasal yang didakwakan. Ancaman hukuman sembilan tahun penjara menunjukkan keseriusan kasus ini. Ini bukan sekadar pelanggaran disiplin militer biasa, melainkan dugaan tindak pidana berat yang mengakibatkan hilangnya nyawa seorang prajurit.
Implikasi putusan nantinya akan sangat krusial, tidak hanya bagi keluarga korban yang mengharapkan keadilan, tetapi juga bagi citra dan integritas TNI secara keseluruhan. Kasus semacam ini menjadi barometer bagi keseriusan institusi militer dalam menegakkan hukum dan disiplin di internal, sekaligus menepis anggapan adanya impunitas bagi anggotanya.
Komitmen TNI dan Desakan Keadilan
Markas Besar TNI telah menegaskan komitmennya untuk tidak menoleransi segala bentuk pelanggaran hukum oleh anggotanya, apalagi yang berujung pada kematian. Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayor Jenderal TNI Budi Santoso, dalam sebuah kesempatan menyatakan bahwa setiap prajurit yang terbukti bersalah akan ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku.
“Institusi TNI menjamin akan ada proses hukum yang transparan dan seadil-adilnya bagi kasus kematian Prada Lucky. Tidak ada ruang bagi impunitas di tubuh Tentara Nasional Indonesia. Kami akan memastikan semua pihak yang bertanggung jawab menerima konsekuensi hukumnya,” ujar Mayor Jenderal TNI Budi Santoso pada 29 October 2025.
Keluarga almarhum Prada Lucky, melalui kuasa hukumnya, telah menyampaikan harapan besar agar persidangan ini dapat mengungkap kebenaran seutuhnya dan memberikan keadilan yang setimpal. Mereka mendesak agar proses hukum berjalan tanpa intervensi dan putusan yang adil dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak. Kasus ini menjadi momentum penting bagi institusi militer untuk terus berbenah, memperkuat pengawasan internal, dan memastikan bahwa setiap prajurit memahami serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam setiap tindakan. Kematian Prada Lucky harus menjadi pengingat bahwa kekerasan dalam bentuk apapun tidak dapat dibenarkan, baik di lingkungan sipil maupun militer.
Persidangan kasus ini diperkirakan akan memakan waktu cukup lama dengan agenda pemeriksaan saksi dan barang bukti yang akan terus berlangsung. Masyarakat menantikan putusan akhir yang akan menjadi cerminan komitmen negara terhadap keadilan bagi seluruh warganya, termasuk anggota prajurit.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda






