Beijing, 07 July 2025 – Republik Rakyat Tiongkok hari ini dengan tegas menolak tuduhan yang dilontarkan oleh mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang menyebut bahwa kelompok negara BRICS menjalankan kebijakan yang anti-Amerika. Respons keras dari Beijing ini menandai ketegangan terbaru dalam lanskap geopolitik global yang semakin terpolarisasi.
Dalam sebuah pidato kampanye baru-baru ini di Pennsylvania, Trump menuduh bahwa BRICS, yang kini telah memperluas keanggotaannya, merupakan kekuatan yang secara eksplisit dibentuk untuk menentang kepentingan AS. Pernyataan tersebut muncul saat Trump berupaya kembali ke Gedung Putih, menggunakan retorika yang seringkali menyoroti persaingan geopolitik dan ekonomi dengan Tiongkok dan Rusia.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Wang Wenbin, dalam konferensi pers regulernya di Beijing, mengecam pernyataan tersebut sebagai ‘penuh prasangka dan mentalitas Perang Dingin’. Wang menegaskan bahwa BRICS adalah platform kerja sama ekonomi dan pembangunan, bukan aliansi politik atau militer yang berlawanan dengan negara manapun.
“Kami selalu menekankan bahwa BRICS adalah platform kerja sama yang terbuka dan inklusif, bukan blok geopolitik yang bertujuan untuk menargetkan pihak manapun,” ujar Wang Wenbin. “Tuduhan semacam itu tidak hanya salah, tetapi juga kontraproduktif bagi upaya membangun konsensus global dan kerja sama. Upaya untuk memecah belah dan mengadu domba hanya akan merugikan semua pihak.”
Ia menambahkan bahwa BRICS berfokus pada pembangunan ekonomi, reformasi tata kelola global, dan peningkatan kerja sama Selatan-Selatan, bukan pada konfrontasi. Tiongkok, sebagai salah satu anggota pendiri, disebutnya berkomitmen untuk mempromosikan multilateralisme sejati dan tatanan internasional yang lebih adil.
Latar Belakang BRICS dan Dinamika Geopolitik
BRICS, yang semula beranggotakan Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan, telah memperluas keanggotaannya awal tahun ini dengan masuknya Arab Saudi, Iran, Uni Emirat Arab, Mesir, dan Ethiopia. Langkah ini dipandang sebagai upaya untuk memperkuat representasi negara-negara berkembang dalam tatanan ekonomi global dan menantang dominasi lembaga-lembaga keuangan yang didominasi Barat.
Pernyataan Trump muncul di tengah ketegangan yang sudah tinggi antara Amerika Serikat dan Tiongkok, terutama terkait isu perdagangan, teknologi, Taiwan, dan pengaruh geopolitik di kawasan Indo-Pasifik. Washington melihat BRICS, terutama dengan kehadiran Tiongkok dan Rusia, sebagai upaya untuk menciptakan alternatif terhadap hegemoni AS, meskipun para anggota BRICS sendiri bersikeras bahwa fokus mereka adalah ekonomi dan pembangunan.
Reaksi dan Implikasi Global
Kritik Trump terhadap BRICS, dan respons keras dari Tiongkok, menyoroti pergeseran lanskap geopolitik dunia yang bergerak menuju multipolaritas. Analis internasional berpendapat bahwa retorika semacam ini berpotensi memperdalam polarisasi antara blok-blok kekuatan global, mempersulit upaya kerja sama dalam isu-isu mendesak seperti perubahan iklim, pandemi, dan stabilitas ekonomi global.
Meskipun BRICS secara eksplisit menyatakan diri sebagai entitas ekonomi dan bukan militer, persepsi politik di Washington dan Beijing terus membentuk narasi tentang tujuan jangka panjangnya. Perang kata-kata ini diperkirakan akan terus berlanjut, terutama menjelang pemilihan presiden AS tahun depan, di mana kebijakan luar negeri dan hubungan dengan Tiongkok akan menjadi poin kampanye utama.
Insiden ini menggarisbawahi tantangan kompleks dalam hubungan internasional saat ini, di mana narasi dan persepsi seringkali sama pentingnya dengan fakta di lapangan. Kesenjangan antara AS dan Tiongkok, yang diperparah oleh pernyataan seperti ini, kemungkinan akan terus menjadi isu sentral dalam agenda geopolitik global.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda