LEBAK, BANTEN – Badan Gizi Nasional (BGN) tengah melakukan kajian mendalam terhadap implementasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah. Fokus kajian kali ini menyasar komunitas Suku Badui yang bermukim di pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Inisiatif strategis ini muncul sebagai respons atas kompleksitas dan keunikan budaya serta geografis wilayah Badui, menuntut pendekatan yang berbeda dari program serupa di daerah lain.
Kepala BGN, Dr. dr. Siti Nurhaliza, M.Kes., dalam keterangannya kepada awak media pada 23 November 2025, mengungkapkan bahwa kajian ini merupakan langkah awal yang krusial. “Program MBG dirancang untuk meningkatkan status gizi masyarakat secara luas. Namun, untuk komunitas seunik Suku Badui, kita tidak bisa menerapkan pendekatan ‘satu ukuran untuk semua’. Kami harus memastikan program ini selaras dengan adat, budaya, dan cara hidup mereka, terutama terkait pikukuh atau hukum adat yang sangat dijunjung tinggi,” ujarnya.
Kajian yang dilakukan BGN mencakup berbagai aspek, mulai dari pemetaan kebutuhan gizi spesifik Suku Badui, identifikasi jenis-jenis bahan makanan lokal yang sesuai, hingga mekanisme distribusi yang tidak mengganggu tatanan sosial dan ekonomi masyarakat adat. Tim kajian BGN telah melakukan beberapa kunjungan lapangan, berinteraksi langsung dengan tetua adat (Pu’un dan Jaro), serta mengamati pola konsumsi dan aktivitas sehari-hari masyarakat Badui Dalam maupun Badui Luar.
Tantangan dan Pertimbangan Budaya
Salah satu pertimbangan utama yang mendasari kajian ini adalah ketaatan Suku Badui terhadap pikukuh, yang membatasi mereka dari penggunaan teknologi modern dan bahan makanan dari luar yang dianggap tidak alami atau telah diolah secara berlebihan. Hal ini menimbulkan tantangan besar dalam merancang menu MBG yang umumnya melibatkan bahan-bahan yang mudah diakses dan diolah secara massal.
Dr. Anto Wijoyo, seorang antropolog dari Universitas Indonesia yang turut dilibatkan dalam tim ahli, menyoroti pentingnya kehati-hatian. “Membawa program gizi ke dalam komunitas adat seperti Badui adalah pisau bermata dua. Di satu sisi, ada potensi peningkatan gizi, namun di sisi lain, ada risiko erosi budaya atau ketergantungan baru jika tidak dilakukan dengan sangat hati-hati. Pendekatan partisipatif dan berbasis kearifan lokal adalah kunci,” jelasnya.
“Kajian kami tidak hanya tentang penyaluran makanan, melainkan upaya mendalam untuk memahami paradigma gizi Suku Badui yang telah terbangun selama ratusan tahun. Bagaimana mereka memperoleh makanan dari alam, mengolahnya secara tradisional, dan bagaimana aspek spiritualitas menyatu dalam setiap proses tersebut. Ini bukan hanya program pemberian makan, melainkan jembatan antara kebijakan nasional dan keberlanjutan kearifan lokal. Kesuksesan program ini di Badui akan menjadi model pembelajaran bagi implementasi program serupa di komunitas adat lain di Indonesia.”
Strategi Adaptasi dan Keberlanjutan
BGN berencana untuk mengadaptasi program MBG agar dapat mengintegrasikan bahan-bahan pangan lokal yang sudah menjadi bagian dari diet Suku Badui, seperti singkong, ubi, jagung, ikan dari sungai, serta sayuran dan buah-buahan yang tumbuh di sekitar permukiman mereka. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan ketergantungan pada pasokan dari luar dan menjaga keberlanjutan sistem pangan tradisional Badui.
Selain itu, mekanisme distribusi juga akan dirancang agar tidak mengganggu jalur perdagangan tradisional mereka atau menciptakan gesekan sosial. BGN akan bekerja sama erat dengan para tetua adat untuk mendapatkan persetujuan dan partisipasi aktif dari komunitas. “Kami ingin program ini menjadi kolaborasi yang harmonis, bukan intervensi yang dipaksakan. Hasil kajian ini akan menjadi landasan untuk merumuskan pedoman operasional yang spesifik dan sensitif budaya bagi implementasi MBG di Suku Badui,” tambah Dr. dr. Siti Nurhaliza.
Diharapkan, hasil kajian yang komprehensif ini akan menjadi rujukan penting bagi pemerintah dalam merancang program gizi yang efektif dan berkesinambungan bagi masyarakat adat di seluruh Indonesia, dengan tetap menghormati dan melestarikan kearifan lokal mereka.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda






