Jakarta, 19 September 2025 – Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi secara tegas menanggapi polemik mengenai pengawalan rombongan pejabat negara yang kerap menuai protes dari masyarakat. Respons ini muncul di tengah maraknya gerakan “Tot Tot Wuk Wuk” yang disuarakan publik sebagai bentuk kekesalan terhadap penggunaan sirene dan strobo yang mengganggu ketertiban umum.
Gerakan “Tot Tot Wuk Wuk” sendiri merupakan onomatope dari suara sirene dan strobo yang digunakan oleh kendaraan pengawal pejabat, yang sering kali dianggap berlebihan dan arogan. Keresahan ini telah menjadi perbincangan hangat di media sosial dan ruang publik, menandakan adanya akumulasi frustrasi masyarakat terhadap perilaku konvoi pejabat yang dirasa mengabaikan kenyamanan pengguna jalan lainnya.
Gelombang Protes dan Kegelisahan Publik
Selama beberapa waktu terakhir, insiden-insiden yang melibatkan pengawalan pejabat telah berulang kali menjadi sorotan. Mulai dari penutupan jalan yang mendadak, kecepatan tinggi yang membahayakan, hingga penggunaan sirene dan lampu strobo yang memekakkan telinga, seringkali memicu kemacetan dan ketidaknyamanan. Masyarakat merasa hak mereka sebagai pengguna jalan diabaikan demi kelancaran perjalanan para pejabat.
Menanggapi hal tersebut, Mensesneg Prasetyo Hadi menyatakan pemerintah memahami keresahan publik. Ia menegaskan bahwa setiap pejabat, tanpa terkecuali, harus mematuhi aturan lalu lintas dan tidak semena-mena menggunakan fasilitas pengawalan. “Kami mendengar aspirasi masyarakat. Pengawalan itu ada aturannya dan tidak boleh mengganggu kepentingan umum,” ujar Prasetyo dalam sebuah kesempatan.
Lebih lanjut, Prasetyo secara spesifik menyinggung mengenai pengawalan yang melibatkan pejabat tinggi, termasuk yang berkaitan dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa sorotan pemerintah tidak hanya tertuju pada satu individu, melainkan merupakan pesan universal kepada seluruh pejabat negara untuk menjaga etika dan mematuhi koridor hukum dalam penggunaan fasilitas pengawalan.
Penegasan Aturan dan Etika Pengawalan
Regulasi mengenai prioritas penggunaan jalan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), khususnya Pasal 134 dan 135. Pasal tersebut menyebutkan beberapa kendaraan yang memiliki hak utama untuk didahulukan, antara lain kendaraan pemadam kebakaran, ambulans, kendaraan presiden, wakil presiden, pejabat negara tertentu, dan kendaraan iring-iringan jenazah. Namun, penggunaan hak istimewa ini harus tetap memperhatikan keselamatan dan ketertiban lalu lintas.
Pengamat kebijakan publik, Dr. Budi Santoso, menyoroti pentingnya penegakan aturan serta edukasi kepada para pejabat dan petugas pengawal. “Hak istimewa di jalan bukanlah cek kosong untuk melanggar aturan. Pejabat publik seharusnya menjadi teladan dalam kepatuhan hukum,” katanya.
“Pemerintah perlu memperjelas prosedur standar operasional pengawalan yang humanis dan tidak merugikan masyarakat. Sosialisasi aturan ini harus masif, baik kepada jajaran pejabat maupun petugas di lapangan, agar insiden ‘Tot Tot Wuk Wuk’ tidak terus terulang dan menggerus kepercayaan publik.”
Pernyataan Mensesneg Prasetyo Hadi diharapkan menjadi sinyal kuat bagi seluruh jajaran kementerian dan lembaga untuk mengevaluasi kembali praktik pengawalan yang selama ini berjalan. Penekanan pada pengawalan yang tidak mengganggu ketertiban umum menjadi krusial untuk menjaga citra pemerintah di mata masyarakat.
Ke depan, transparansi dalam penggunaan fasilitas negara, termasuk pengawalan, akan menjadi tuntutan yang semakin tinggi dari masyarakat. Pemerintah diharapkan tidak hanya merespons, tetapi juga mengambil langkah konkret untuk memastikan bahwa kenyamanan dan hak masyarakat sebagai pengguna jalan tetap menjadi prioritas utama.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda