Jakarta, 23 June 2025 – Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI) telah menjelma menjadi tulang punggung inovasi dan produktivitas di berbagai sektor, merambah kehidupan sehari-hari masyarakat global. Dari penciptaan konten hingga analisis data kompleks, AI menawarkan kemudahan dan efisiensi yang tak terbayangkan sebelumnya. Namun, di balik potensi transformatifnya, muncul kekhawatiran serius mengenai potensi penyalahgunaan dan dampak negatif yang belum terregulasi.
Menyikapi fenomena ini, seorang akademisi terkemuka dari Universitas Indonesia, Dr. Budi Santoso, menekankan urgensi pembentukan undang-undang khusus yang mengatur penggunaan AI di Indonesia. Menurutnya, tanpa kerangka hukum yang jelas dan mengikat, kemajuan AI berisiko menjadi pedang bermata dua yang dapat mengancam privasi individu, integritas informasi, bahkan stabilitas sosial.
Urgensi Regulasi Komprehensif AI
Dr. Budi Santoso menyoroti bahwa penggunaan AI yang semakin meluas, termasuk dalam pembuatan konten digital, algoritma pengambilan keputusan, hingga sistem otonom, memerlukan payung hukum yang kuat. Ia menjelaskan bahwa saat ini, regulasi yang ada belum mampu menjangkau kompleksitas dan kecepatan perkembangan teknologi AI. Kondisi ini membuka celah lebar bagi potensi penyalahgunaan seperti penyebaran misinformasi dan disinformasi melalui deepfake, bias algoritmik yang diskriminatif, pelanggaran hak cipta, hingga isu privasi data pribadi yang kian rentan.
“Tanpa kerangka hukum yang jelas dan mengikat, potensi penyalahgunaan AI dapat tumbuh tak terkendali, mengancam fondasi demokrasi, privasi individu, hingga stabilitas sosial. Kita tidak bisa hanya bergantung pada etika atau pedoman moral semata, karena hukum memberikan kepastian dan konsekuensi yang jelas bagi pelanggaran,” ujar Dr. Budi Santoso dalam sebuah diskusi publik di Jakarta.
Tanpa kerangka hukum yang jelas dan mengikat, potensi penyalahgunaan AI dapat tumbuh tak terkendali, mengancam fondasi demokrasi, privasi individu, hingga stabilitas sosial.
Ia menambahkan, banyak negara maju telah bergerak cepat dalam merumuskan regulasi AI. Uni Eropa, misalnya, telah mengesahkan AI Act yang komprehensif, sementara Amerika Serikat dan Tiongkok juga tengah merancang berbagai kebijakan untuk mengelola AI. Indonesia, sebagai negara dengan populasi digital yang masif, dinilai harus segera menyusul langkah proaktif ini untuk melindungi warganya.
Tantangan dan Harapan Regulasi AI di Indonesia
Proses pembentukan undang-undang AI tentu tidak tanpa tantangan. Dr. Budi Santoso mengakui bahwa kecepatan perkembangan teknologi AI yang eksponensial menjadi hambatan utama dalam merancang regulasi yang relevan dan adaptif. Selain itu, definisi AI itu sendiri masih sering menjadi perdebatan, yang dapat mempersulit perumusan pasal-pasal hukum yang presisi.
Diperlukan pendekatan multi-stakeholder yang melibatkan pemerintah, akademisi, pelaku industri, serta masyarakat sipil untuk memastikan regulasi yang dihasilkan tidak hanya melindungi masyarakat, tetapi juga tidak menghambat inovasi. Keseimbangan antara pengawasan ketat dan ruang bagi kreativitas menjadi kunci utama.
Pemerintah harus segera membentuk tim ahli lintas disiplin untuk mengkaji secara mendalam aspek hukum, etika, dan sosial dari AI. Dialog yang inklusif antara pembuat kebijakan, teknolog, dan masyarakat adalah fondasi untuk menciptakan regulasi yang efektif dan diterima semua pihak. Ini adalah perjalanan panjang dan kompleks, namun merupakan sebuah keharusan yang tidak bisa ditunda, pungkas Dr. Budi Santoso, berharap agar inisiatif legislasi ini dapat segera menjadi prioritas nasional.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda