Seorang pria di Bekasi ditangkap oleh pihak kepolisian atas dugaan tindak pemerkosaan terhadap putri kandungnya sendiri yang masih di bawah umur. Kasus memilukan ini terungkap setelah korban memberanikan diri melapor, dan kini tengah dalam penyelidikan lebih lanjut oleh Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Bekasi.
Insiden ini menjadi sorotan publik pada 26 July 2025, menyoroti kembali isu krusial mengenai perlindungan anak dari kekerasan seksual, terutama yang terjadi dalam lingkungan terdekat.
Kronologi Kejadian
Menurut keterangan awal dari pihak kepolisian, dugaan tindak pidana ini terjadi di kediaman mereka di wilayah Bekasi. Berdasarkan laporan korban, kejadian bermula saat tersangka, yang merupakan ayah kandung korban, menghampiri putrinya yang sedang tertidur lelap di kamarnya. Saat itulah, tindakan bejat yang tidak pantas tersebut diduga dilakukan oleh pelaku.
Korban, yang masih sangat muda, mengalami trauma mendalam akibat peristiwa tersebut. Meskipun diliputi ketakutan, ia akhirnya memberanikan diri untuk menceritakan pengalaman pahitnya kepada anggota keluarga terdekat. Informasi ini kemudian diteruskan kepada pihak berwajib, yang dengan cepat menindaklanjuti laporan tersebut dengan melakukan penyelidikan awal dan mengumpulkan bukti-bukti yang relevan.
“Kami menerima laporan dari keluarga korban dan segera bergerak melakukan penyelidikan. Bukti permulaan yang cukup kuat mengarahkan kami untuk melakukan penahanan terhadap tersangka,” ujar salah satu perwira kepolisian yang menangani kasus ini, tanpa merinci identitas korban maupun tersangka demi kepentingan penyidikan dan perlindungan korban.
Penanganan Kasus dan Langkah Hukum
Setelah mengantongi bukti yang cukup dan melakukan pemeriksaan awal, pihak kepolisian berhasil mengamankan tersangka di kediamannya. Tersangka kini telah ditahan di Markas Polres Metro Bekasi untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. Ia dijerat dengan pasal-pasal terkait perlindungan anak dan kekerasan seksual, termasuk Pasal 81 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang, dengan ancaman hukuman maksimal hingga 15 tahun penjara, bahkan bisa ditambah sepertiga karena pelaku adalah orang tua korban.
“Kami berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini hingga tuntas. Proses penyidikan masih terus berjalan untuk melengkapi berkas perkara agar dapat segera dilimpahkan ke kejaksaan. Prioritas utama kami adalah melindungi korban dan memastikan ia mendapatkan pendampingan psikologis dan medis yang memadai,” kata seorang pejabat kepolisian terkait.
Pihak kepolisian juga telah berkoordinasi dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) serta lembaga perlindungan anak lainnya untuk memberikan pendampingan psikologis dan trauma healing bagi korban. Upaya ini penting untuk membantu korban memulihkan diri dari dampak traumatis yang dialaminya.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi seluruh lapisan masyarakat akan pentingnya pengawasan dan perlindungan terhadap anak dari segala bentuk kekerasan, terutama yang mungkin terjadi di lingkungan terdekat. Masyarakat juga diimbau untuk tidak ragu melaporkan setiap indikasi kekerasan terhadap anak kepada pihak berwenang agar tindakan cepat dapat diambil.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda