JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta melalui Panitia Khusus (Pansus) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) kembali menggelar audiensi krusial dengan Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (ASPHIJA) pada 21 October 2025. Pertemuan ini menjadi sorotan utama mengingat adanya upaya serius untuk menyeimbangkan antara perlindungan kesehatan publik dari paparan asap rokok dan keberlangsungan operasional serta ekonomi sektor industri hiburan malam di Ibu Kota.
Dilema Regulasi: Kesehatan Publik vs. Iklim Bisnis
Wacana penerapan Kawasan Tanpa Rokok yang lebih komprehensif di berbagai fasilitas umum, termasuk tempat hiburan, telah menjadi perdebatan panjang. Di satu sisi, pemerintah daerah memiliki mandat kuat untuk melindungi kesehatan masyarakat dari dampak buruk asap rokok, khususnya perokok pasif. Data dan penelitian ilmiah menunjukkan risiko tinggi penyakit jantung, paru-paru, dan kanker akibat paparan asap rokok sekunder.
Namun, di sisi lain, industri hiburan malam, yang mencakup bar, kelab malam, dan beberapa restoran, memiliki karakteristik unik yang menuntut pendekatan berbeda. ASPHIJA berulang kali menyuarakan kekhawatiran mereka mengenai potensi dampak ekonomi yang signifikan jika aturan KTR diterapkan secara kaku tanpa pengecualian atau solusi alternatif. Penurunan jumlah pengunjung, kompetisi dengan daerah lain yang memiliki regulasi lebih longgar, hingga potensi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi ancaman nyata yang mereka hadapi.
Audiensi antara Pansus KTR DPRD DKI Jakarta dan ASPHIJA ini bertujuan untuk menjembatani perbedaan pandangan tersebut. Pansus KTR bertugas merumuskan regulasi yang efektif namun tetap mempertimbangkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk pelaku usaha. Pertemuan ini diharapkan menjadi momentum penting untuk mencari titik tengah yang adil bagi semua pihak, memastikan bahwa perlindungan kesehatan tidak serta merta mematikan denyut nadi ekonomi kota.
Mencari Titik Tengah: Solusi dan Harapan Industri
Dalam diskusi tersebut, ASPHIJA kembali menekankan pentingnya solusi yang realistis dan aplikatif. Salah satu usulan yang kerap diajukan adalah penerapan area merokok yang didesain khusus atau Designated Smoking Rooms (DSR) yang memenuhi standar ventilasi ketat dan terpisah sepenuhnya dari area non-merokok. Model ini telah berhasil diterapkan di beberapa kota besar di dunia dan diyakini dapat mengakomodasi baik kepentingan perokok maupun non-perokok tanpa harus mematikan bisnis hiburan.
Kami tidak anti-KTR, namun penerapan yang kaku tanpa mempertimbangkan karakteristik unik industri hiburan akan berdampak besar pada keberlangsungan usaha dan jutaan lapangan kerja. Kami mengusulkan solusi win-win seperti Designated Smoking Room dengan standar internasional yang ketat, agar kesehatan terlindungi dan roda ekonomi tetap berputar, ujar perwakilan ASPHIJA dalam audiensi tersebut.
Pansus KTR DPRD DKI Jakarta menyambut baik masukan dari ASPHIJA dan berjanji akan mempertimbangkannya secara seksama dalam perumusan regulasi. Mereka mengakui bahwa keseimbangan antara aspek kesehatan dan ekonomi adalah kunci keberhasilan kebijakan publik. Proses audiensi ini diharapkan tidak berhenti di sini, melainkan akan terus berlanjut dengan kajian mendalam, kunjungan lapangan, dan perbandingan dengan praktik terbaik di kota-kota lain.
Langkah selanjutnya adalah merumuskan draf peraturan daerah yang komprehensif, transparan, dan dapat diterima oleh semua pihak. Dengan pendekatan kolaboratif ini, diharapkan DKI Jakarta dapat memiliki regulasi KTR yang efektif dalam melindungi kesehatan masyarakat tanpa mengorbankan vitalitas sektor hiburan malam yang merupakan bagian integral dari perekonomian kota dan daya tarik pariwisata.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda






