Jakarta, 13 October 2025 – Beban utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh telah mencapai angka fantastis, menembus Rp 116 triliun. Angka ini jauh melampaui estimasi awal dan kini menjadi fokus utama pemerintah dalam mencari solusi pembiayaan yang berkelanjutan, dengan penekanan kuat untuk tidak membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pembengkakan biaya ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai tata kelola proyek infrastruktur raksasa serta skema pendanaan yang telah disepakati. Proyek strategis nasional ini, yang merupakan simbol kemitraan Indonesia-Tiongkok, awalnya digadang-gadang sebagai proyek bisnis-ke-bisnis (B2B) tanpa jaminan pemerintah. Namun, dinamika di lapangan dan berbagai tantangan dalam implementasinya telah mengubah lanskap keuangan proyek secara drastis.
Latar Belakang dan Pembengkakan Biaya Proyek
Proyek Kereta Cepat Whoosh, yang dioperasikan oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) sebagai konsorsium antara BUMN Indonesia dan perusahaan kereta api Tiongkok, telah menghadapi serangkaian kendala sejak awal. Mulai dari pembebasan lahan yang rumit, masalah perizinan, hingga penyesuaian teknis yang signifikan, semuanya berkontribusi pada peningkatan biaya proyek.
Estimasi biaya awal proyek berkisar di angka USD 6,07 miliar, namun kini telah membengkak menjadi sekitar USD 7,2 miliar. Dengan asumsi kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat saat ini, total utang proyek ini mencapai lebih dari Rp 116 triliun. Sebagian besar dari pembiayaan ini berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB), yang memiliki tenor dan syarat tertentu.
Perbedaan antara perkiraan awal dan realisasi biaya yang signifikan ini menjadi sorotan tajam publik dan parlemen. Implikasi dari pembengkakan utang ini tidak hanya membebani keuangan konsorsium KCIC, tetapi juga berpotensi menciptakan risiko bagi keuangan negara jika tidak dikelola dengan bijak. Meskipun pemerintah telah mengeluarkan jaminan pinjaman, upaya untuk mencari jalan keluar tanpa intervensi langsung dari APBN tetap menjadi prioritas.
Strategi Pemerintah Mencari Solusi Tanpa Beban APBN
Kementerian Keuangan bersama Kementerian BUMN dan pihak terkait lainnya kini tengah memutar otak untuk menemukan skema terbaik dalam mengelola utang Whoosh. Tekanan untuk tidak menyentuh APBN secara langsung sangat kuat, mengingat kebutuhan anggaran negara untuk sektor-sektor esensial lainnya seperti pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur dasar.
Beberapa opsi yang tengah dikaji meliputi renegosiasi ulang syarat dan ketentuan pinjaman dengan pihak Tiongkok, termasuk kemungkinan perpanjangan tenor pembayaran atau penyesuaian suku bunga. Selain itu, optimalisasi pendapatan non-penjualan tiket juga menjadi fokus. Hal ini termasuk pengembangan Transit Oriented Development (TOD) di sekitar stasiun-stasiun Whoosh, yang diharapkan dapat menghasilkan pendapatan tambahan melalui pemanfaatan aset properti dan komersial.
“Pemerintah secara konsisten menegaskan komitmen untuk mencari skema pembiayaan yang inovatif dan berkelanjutan. Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa beban utang proyek strategis ini tidak secara langsung membebani anggaran negara, yang pada akhirnya adalah uang rakyat.”
Langkah-langkah strategis juga mencakup peningkatan efisiensi operasional KCIC dan eksplorasi potensi sumber pendanaan alternatif, seperti penerbitan obligasi atau skema pembiayaan berbasis aset lainnya. Keberhasilan dalam menemukan solusi yang komprehensif akan menjadi penentu keberlanjutan proyek Whoosh dalam jangka panjang, sekaligus menjadi pelajaran berharga bagi proyek-proyek infrastruktur berskala besar di masa mendatang.
Pemerintah berharap agar seluruh pemangku kepentingan dapat bekerja sama mencari jalan keluar terbaik dari situasi keuangan yang menantang ini, demi kepentingan nasional dan keberlanjutan pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda






