Jakarta, 04 October 2025 – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Puan Maharani, kembali mengingatkan seluruh anggota dewan untuk tidak anti-kritik dan senantiasa berani menghadapi masukan dari masyarakat. Pernyataan tegas ini disampaikannya dalam Rapat Paripurna khusus yang digelar di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, yang fokus pada peningkatan kinerja dan akuntabilitas lembaga legislatif.
Dalam pidatonya yang menjadi sorotan, Puan secara lugas menyerukan bahwa anggota DPR, sebagai representasi rakyat, memiliki kewajiban moral dan konstitusional untuk tidak defensif terhadap kritik. Ia menekankan bahwa kritik, baik yang disampaikan secara halus maupun kasar, harus dihadapi dengan lapang dada dan dijawab melalui kinerja nyata serta kebijakan yang berpihak pada kepentingan publik.
Ketua DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan itu secara eksplisit menyatakan:
“Anggota DPR RI harus berani menjawab kritik dari masyarakat, baik yang bernada halus maupun kasar, dengan membuktikan kerja nyata.”
Pernyataan ini dianggap sebagai panggilan bagi seluruh wakil rakyat untuk kembali memperkuat komitmen pada akuntabilitas dan transparansi, dua pilar penting dalam sistem demokrasi.
Menanggapi penegasan tersebut, Dr. Arya Wijaya, seorang pengamat politik dari Universitas Indonesia, menilai bahwa seruan Puan Maharani menunjukkan sikap kerendahan hati yang patut diapresiasi dari seorang pemimpin lembaga tinggi negara. Menurutnya, di tengah dinamika politik dan kritik publik yang semakin intens, sebuah institusi yang dipimpin oleh seseorang yang mengingatkan anggotanya untuk berani dikritik adalah langkah positif.
“Pernyataan Ibu Puan ini sangat relevan. DPR sebagai lembaga perwakilan memang harus menjadi rumah aspirasi, dan itu berarti harus siap menerima segala bentuk masukan, bahkan yang paling keras sekalipun. Respons terbaik bukanlah defensif, melainkan melalui bukti konkret kerja keras dan kebijakan pro-rakyat,” ujar Dr. Arya Wijaya saat dihubungi terpisah.
Urgensi Akuntabilitas dan Responsivitas DPR
Pernyataan Ketua DPR ini bukan tanpa alasan. Citra DPR di mata publik seringkali menjadi sorotan, terutama terkait isu kinerja, kehadiran, dan sensitivitas terhadap permasalahan rakyat. Oleh karena itu, seruan untuk berani dikritik dan menjawabnya dengan kerja nyata menjadi sangat relevan dalam upaya membangun kembali kepercayaan publik yang fluktuatif.
Sebagai lembaga legislatif, DPR mengemban tiga fungsi utama: legislasi (membentuk undang-undang), anggaran (menetapkan APBN), dan pengawasan (mengawasi jalannya pemerintahan). Ketiga fungsi ini bersentuhan langsung dengan hajat hidup orang banyak. Kegagalan dalam menjalankan fungsi-fungsi tersebut secara optimal kerap memicu kritik pedas dari masyarakat, baik melalui media sosial, demonstrasi, maupun saluran formal lainnya.
Puan sendiri dalam beberapa kesempatan juga menekankan pentingnya sinergi antara DPR dan pemerintah, namun tanpa melupakan fungsi pengawasan yang krusial. Kritisisme publik, dalam konteks ini, dapat dilihat sebagai salah satu bentuk pengawasan dari luar yang harus direspon secara konstruktif dan dijadikan sebagai bahan evaluasi demi perbaikan kinerja institusi.
Tantangan Implementasi di Lapangan
Meskipun seruan Puan Maharani disambut positif, tantangan implementasi di lapangan tidaklah kecil. Setiap anggota DPR memiliki konstituen, agenda fraksi, dan dinamika politiknya sendiri. Mengubah budaya anti-kritik menjadi pro-kritik membutuhkan komitmen kolektif, perubahan mentalitas yang mendalam, serta keberanian untuk keluar dari zona nyaman.
Beberapa kalangan menilai bahwa kritik terhadap DPR seringkali bersifat personal atau bernuansa politis. Namun, Puan dengan jelas memisahkan antara kritik konstruktif yang bertujuan memperbaiki dan provokasi tanpa dasar, dengan fokus pada respons berbasis kerja nyata. Hal ini menunjukkan bahwa fokus utama adalah pada esensi kritik yang mengarah pada perbaikan kinerja lembaga dan peningkatan kesejahteraan rakyat.
Pernyataan ini diharapkan tidak hanya berhenti pada retorika, melainkan mampu menginspirasi seluruh anggota dewan untuk menjadikan kritik sebagai bahan bakar evaluasi dan motivasi. Dengan demikian, DPR dapat lebih efektif dalam menjalankan tugasnya sebagai penyambung lidah rakyat dan pilar demokrasi yang kuat di Indonesia, menjaga relevansinya di tengah tuntutan publik yang semakin tinggi.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda