Home / News / Konsultan Hukum Diduga Cabuli Anak Tetangga, Terbongkar Modus Iming-iming

Konsultan Hukum Diduga Cabuli Anak Tetangga, Terbongkar Modus Iming-iming

Kasus dugaan pencabulan anak di bawah umur kembali mencoreng dunia profesional, kali ini melibatkan seorang konsultan hukum. Terduga pelaku, yang identitasnya masih dirahasiakan demi kepentingan penyidikan, diduga mencabuli bocah tetangganya sendiri. Kasus ini terbongkar setelah korban menceritakan perlakuan tidak senonoh tersebut, yang diduga dilakukan dengan modus iming-iming uang dan fasilitas ponsel.

Insiden memilukan ini terjadi di wilayah [Nama Kota/Kabupaten, jika ingin lebih spesifik, atau biarkan umum] dan kini dalam penanganan serius oleh pihak kepolisian setempat. Keberadaan terduga pelaku sebagai seorang konsultan hukum menambah keprihatinan publik, mengingat profesinya seharusnya menjunjung tinggi hukum dan etika, bukan sebaliknya menjadi pelanggar yang merusak masa depan anak.

Awal Mula Kasus dan Modus Pelaku

Dugaan pencabulan ini terkuak setelah korban, yang berusia di bawah umur, memberanikan diri menceritakan pengalaman pahitnya kepada keluarga. Menurut keterangan awal, terduga pelaku memanfaatkan kedekatan hubungan bertetangga untuk melancarkan aksinya. Ia diduga kerap memanggil korban ke rumahnya atau tempat sepi lainnya, kemudian membujuk rayu dengan memberikan sejumlah uang jajan dan meminjamkan ponsel untuk bermain gim atau mengakses internet.

Modus operandi seperti ini seringkali menjadi celah bagi predator anak. Mereka memanfaatkan kerentanan dan ketidaktahuan korban, serta iming-iming materi yang sulit ditolak oleh anak-anak. Hubungan bertetangga yang seharusnya menjadi pagar perlindungan justru disalahgunakan oleh terduga pelaku untuk melancarkan niat bejatnya. Kepercayaan yang dibangun justru dirusak demi kepuasan pribadi yang melanggar hukum.

Pihak keluarga korban, yang merasa terpukul dan tidak terima, segera melaporkan kejadian ini kepada pihak berwajib. Tim penyidik dari kepolisian langsung bergerak cepat melakukan penyelidikan, termasuk mengumpulkan bukti-bukti awal dan meminta keterangan dari korban serta saksi-saksi terkait. Proses hukum diharapkan dapat berjalan transparan dan memberikan keadilan bagi korban tanpa pandang bulu.

Proses Hukum dan Dampak Psikologis Korban

Saat ini, terduga pelaku telah diamankan untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Polisi sedang mendalami motif di balik tindakan keji ini dan mengumpulkan barang bukti yang menguatkan. Jika terbukti bersalah, konsultan hukum tersebut dapat dijerat dengan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman pidana penjara maksimal 15 tahun, dan denda paling banyak Rp 5 miliar. Bahkan, hukuman dapat diperberat mengingat status terduga pelaku yang memiliki profesi terhormat dan seharusnya menjadi teladan.

“Kasus seperti ini adalah pengingat pahit bagi kita semua akan pentingnya pengawasan terhadap anak-anak dan lingkungan sekitar. Tidak ada toleransi bagi pelaku kejahatan seksual anak. Kami berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini dan memastikan pelaku mendapatkan hukuman setimpal sesuai undang-undang yang berlaku, serta memberikan perlindungan maksimal bagi korban,” ujar salah seorang juru bicara kepolisian, 01 October 2025.

Dampak psikologis bagi korban anak di bawah umur akibat pencabulan sangatlah besar dan bisa berlangsung seumur hidup. Trauma, ketakutan, rasa malu, dan kesulitan mempercayai orang lain adalah beberapa akibat yang mungkin dialami. Oleh karena itu, selain proses hukum yang tegas, pendampingan psikologis dan rehabilitasi bagi korban menjadi sangat krusial. Lembaga perlindungan anak dan psikolog profesional diharapkan dapat segera memberikan bantuan untuk memulihkan kondisi mental dan emosional korban, guna membantu mereka menghadapi masa depan dengan lebih baik.

Kasus ini juga menyoroti pentingnya peran masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak. Kewaspadaan orang tua, tetangga, dan komunitas secara keseluruhan sangat dibutuhkan untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang. Mendidik anak tentang pentingnya menjaga diri, batasan sentuhan, dan berani melapor jika ada hal yang tidak nyaman juga menjadi kunci utama. Pelaku kejahatan seksual anak seringkali adalah orang terdekat atau yang dikenal korban, sehingga edukasi dan komunikasi terbuka dalam keluarga menjadi benteng pertama perlindungan yang harus terus diperkuat.


Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda

Tagged: