Home / News / Gubernur Jakarta Pramono Paparkan Filosofi Komunikasi Publik: Siap Dikritik, Dekat Warga

Gubernur Jakarta Pramono Paparkan Filosofi Komunikasi Publik: Siap Dikritik, Dekat Warga

BANDUNG, 26 September 2025 – Gubernur DKI Jakarta, Pramono, menegaskan komitmennya terhadap gaya komunikasi yang terbuka dan responsif dalam kuliah umumnya di salah satu perguruan tinggi di Jawa Barat baru-baru ini. Dalam kesempatan tersebut, Pramono secara gamblang memaparkan filosofi kepemimpinannya yang menolak sikap antikritik dan selalu membuka diri terhadap berbagai masukan dari seluruh lapisan masyarakat.

Pernyataan ini muncul di tengah diskursus publik yang semakin menuntut transparansi dan akuntabilitas dari para pemimpin daerah. Kehadiran Pramono di Jawa Barat tidak hanya menjadi ajang berbagi pengalaman dalam mengelola ibukota yang kompleks, tetapi juga sebagai platform untuk mengadvokasi pentingnya jembatan komunikasi yang kokoh antara pemerintah dan warganya.

Membangun Jembatan Komunikasi dengan Warga

Dalam sesi kuliah umum yang dihadiri oleh ratusan mahasiswa, akademisi, dan praktisi pemerintahan tersebut, Pramono menyoroti bahwa di era digital saat ini, jarak antara pemimpin dan rakyat harus semakin terkikis. Ia menekankan bahwa kritik bukanlah ancaman, melainkan instrumen vital untuk perbaikan dan inovasi kebijakan publik. Menurutnya, sebuah pemerintahan yang efektif adalah pemerintahan yang mau mendengarkan dan mampu beradaptasi.

Sebagai pemimpin sebuah kota metropolitan seperti Jakarta, saya menyadari betul bahwa setiap kebijakan akan selalu bersentuhan langsung dengan kehidupan jutaan warganya. Oleh karena itu, masukan, bahkan kritik sekalipun, adalah aset berharga. Tidak ada kebijakan yang sempurna tanpa partisipasi aktif dari masyarakat, ujar Pramono di hadapan peserta kuliah umum.

Pramono lantas menjelaskan bahwa ia secara aktif mendorong berbagai kanal komunikasi dua arah, mulai dari platform pengaduan daring, media sosial, hingga pertemuan tatap muka langsung dengan warga di berbagai kesempatan. Pendekatan ini, menurutnya, memastikan bahwa suara warga tidak hanya didengar, tetapi juga dipertimbangkan dalam setiap pengambilan keputusan strategis.

Resep Tata Kelola Adaptif dan Akuntabel

Lebih lanjut, Gubernur Pramono memaparkan bahwa budaya “tidak antikritik” ini menjadi resep utama dalam membangun tata kelola pemerintahan yang adaptif dan akuntabel. Ia mencontohkan bagaimana beberapa kebijakan di Jakarta telah mengalami penyesuaian signifikan setelah mendapatkan masukan dan evaluasi kritis dari masyarakat maupun pakar. Proses ini membuktikan bahwa keterbukaan merupakan fondasi penting dalam menciptakan kebijakan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

“Saya tegaskan, saya tidak pernah antikritik. Justru sebaliknya, saya terus mencari dan mendengar berbagai masukan dari warga. Karena melalui masukan itulah kami bisa melihat blind spot, memperbaiki kekurangan, dan memastikan kebijakan yang kami buat benar-benar berpihak pada kepentingan publik,” kata Gubernur Pramono dalam pidatonya yang disambut antusias.

Komitmen Pramono terhadap dialog terbuka ini diharapkan tidak hanya meningkatkan kualitas pelayanan publik di Jakarta, tetapi juga memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah. Gaya kepemimpinan yang merangkul kritik dan melibatkan partisipasi warga ini seringkali disebut sebagai ciri khas pemerintahan modern yang responsif dan demokratis. Dengan terus membangun jembatan komunikasi yang efektif, Pramono berharap Jakarta dapat menjadi contoh kota yang maju dengan pemerintahan yang selalu dekat dan peka terhadap aspirasi rakyatnya.

Pendekatan ini sekaligus mengirimkan pesan kuat kepada generasi muda dan calon pemimpin masa depan tentang esensi kepemimpinan yang melayani, bukan dilayani. Bahwa kekuatan sesungguhnya seorang pemimpin terletak pada kemampuannya untuk mendengarkan dan bertindak berdasarkan suara rakyat.


Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda

Tagged: