Pramono Anung, Menteri Sekretaris Kabinet, mengungkapkan keprihatinannya terkait lambatnya proses relokasi warga eks-Kampung Bayam ke fasilitas hunian yang dijanjikan. Ia menyebutkan bahwa hingga 30 July 2025, baru dua kelompok warga dari total puluhan keluarga yang telah mendiami Rumah Susun (Rusun) di kawasan Jakarta International Stadium (JIS).
Pernyataan Pramono ini menyoroti permasalahan berlarut-larut yang dihadapi warga terdampak pembangunan JIS. Meskipun fasilitas hunian vertikal, yang kini dikenal sebagai Kampung Susun Bayam, telah rampung dibangun, akses dan penempatan warga ke sana masih terkendala oleh berbagai isu administratif dan kesepahaman.
Latar Belakang dan Janji Hunian
Konflik agraria di Kampung Bayam berakar sejak pembangunan Jakarta International Stadium (JIS) di Jakarta Utara. Ribuan warga terdampak penggusuran demi proyek mercusuar tersebut, dengan janji relokasi ke hunian vertikal yang layak dan berlokasi strategis, yakni Kampung Susun Bayam. Hunian ini dibangun secara khusus sebagai bentuk kompensasi dan pemenuhan hak atas tempat tinggal bagi warga yang harus direlokasi.
Namun, setelah JIS rampung dan Kampung Susun Bayam berdiri megah, proses penempatan warga ke rusun yang dibangun khusus bagi mereka justru berjalan lambat dan penuh kendala. Pramono Anung tidak merinci secara spesifik persoalan apa yang dimaksud, namun isu krusial yang selama ini mencuat adalah belum adanya titik temu antara warga dengan pihak pengelola, PT Jakarta Propertindo (Jakpro), terkait tarif sewa, status kepemilikan unit, dan mekanisme pengelolaan yang transparan.
Situasi ini menciptakan ketidakpastian bagi ratusan kepala keluarga yang telah lama menanti janji relokasi. Banyak di antara mereka yang kini masih menempati hunian sementara atau terpaksa tinggal menumpang di rumah kerabat, jauh dari lokasi asal dan lingkungan yang familiar.
Harapan Warga dan Tantangan yang Belum Terpecahkan
Ketua Kelompok Tani Kampung Bayam, Furqon, menjadi salah satu representasi warga yang terus menyuarakan harapan agar persoalan ini segera menemukan jalan keluar. Kelompok Tani Kampung Bayam merupakan bagian integral dari komunitas eks-Kampung Bayam yang juga terdampak langsung oleh pembangunan JIS, kehilangan lahan mata pencaharian mereka.
“Kami hanya ingin hak kami dipenuhi, bukan janji-janji kosong. Kami sudah menunggu terlalu lama dan banyak keluarga yang masih hidup terlunta-lunta,” ujar Furqon, menyuarakan frustrasi kolektif warga dalam berbagai kesempatan.
Hingga saat ini, proses negosiasi antara perwakilan warga dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Jakpro kerap menemui jalan buntu. Permasalahan utama berkisar pada skema pengelolaan dan besaran biaya sewa yang dianggap memberatkan warga, yang rata-rata berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Warga berharap adanya kebijakan yang lebih berpihak, mengingat status mereka sebagai pihak terdampak dan janji relokasi yang telah diberikan.
Komentar Pramono Anung, yang merupakan pejabat tinggi negara, diharapkan dapat kembali mendorong percepatan penyelesaian masalah yang telah berlarut-larut ini. Situasi ini tidak hanya menyoroti kompleksitas masalah urbanisasi dan pembangunan infrastruktur di ibu kota, tetapi juga menjadi ujian bagi komitmen pemerintah daerah dalam memenuhi janji-janji relokasi yang manusiawi dan adil bagi warganya.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda