Home / News / Kualitas Udara Jakarta Memburuk, Terburuk Kedua Global Senin Pagi

Kualitas Udara Jakarta Memburuk, Terburuk Kedua Global Senin Pagi

Kualitas udara di Jakarta kembali menjadi sorotan tajam setelah pada Senin pagi, 25 August 2025, ibu kota menduduki peringkat kedua sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Data yang dirilis oleh platform pemantau kualitas udara global, IQAir, menunjukkan Indeks Kualitas Udara (AQI) Jakarta berada pada kategori ‘Tidak Sehat’, memicu kekhawatiran serius terhadap kesehatan masyarakat.

Pada pukul 08.00 WIB, 25 August 2025, angka AQI Jakarta tercatat di atas 150, sebuah level yang berisiko bagi kesehatan, terutama bagi kelompok sensitif seperti anak-anak, lansia, dan penderita penyakit pernapasan. Kategori ‘Tidak Sehat’ mengindikasikan bahwa semua orang mungkin mulai mengalami efek kesehatan akibat paparan udara kotor, dan kelompok sensitif mungkin mengalami efek yang lebih serius.

Kualitas Udara Jakarta: Kronis dan Berulang

Fenomena buruknya kualitas udara Jakarta bukanlah hal baru. Setiap tahun, terutama saat musim kemarau, masalah polusi udara kerap menjadi isu kronis yang belum sepenuhnya teratasi. Sumber polusi di Jakarta sangat kompleks, melibatkan kombinasi emisi kendaraan bermotor yang masif, aktivitas industri dan pembangkit listrik di sekitar wilayah metropolitan, hingga pembakaran sampah terbuka.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah berulang kali menyatakan komitmen untuk mengatasi masalah ini, namun progres yang signifikan masih menjadi tantangan. Beberapa upaya yang telah diluncurkan antara lain program uji emisi kendaraan, perluasan jaringan transportasi publik, serta kampanye penggunaan transportasi ramah lingkungan. Namun, dengan jumlah kendaraan bermotor yang terus bertambah setiap tahunnya, upaya-upaya tersebut sering kali terasa kurang cepat atau efektif.

“Indeks kualitas udara yang tidak sehat ini adalah alarm bagi kita semua. Sumber polusi sangat kompleks, namun emisi dari transportasi dan industri tetap menjadi kontributor utama yang memerlukan intervensi serius dan terstruktur dari semua pihak, bukan hanya pemerintah, tetapi juga pelaku industri dan masyarakat,” ujar Dr. Budi Santoso, seorang pakar lingkungan dari Universitas Indonesia, menyoroti urgensi masalah ini.

Dampak langsung dari kualitas udara yang buruk sangat terasa bagi warga Jakarta. Keluhan terkait masalah pernapasan, iritasi mata, dan sakit tenggorokan sering kali meningkat ketika polusi udara mencapai puncaknya. Rumah sakit dan fasilitas kesehatan juga melaporkan peningkatan kunjungan pasien dengan keluhan yang berkaitan dengan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut).

Upaya Mitigasi dan Harapan

Merespons situasi ini, pemerintah diharapkan dapat mempercepat implementasi kebijakan yang lebih ketat dan komprehensif. Langkah-langkah seperti penegakan hukum yang lebih tegas terhadap kendaraan yang tidak memenuhi standar emisi, percepatan transisi ke energi terbarukan untuk sektor industri, serta pembangunan ruang terbuka hijau yang lebih luas, menjadi krusial. Edukasi publik mengenai pentingnya mengurangi jejak karbon pribadi dan menggunakan masker pelindung saat beraktivitas di luar ruangan juga harus terus digalakkan.

Masyarakat juga diimbau untuk proaktif memantau kondisi kualitas udara melalui aplikasi atau situs web resmi. Ketika kualitas udara buruk, sangat disarankan untuk mengurangi aktivitas di luar ruangan, menutup jendela, dan menggunakan pemurni udara jika memungkinkan. Sinergi antara pemerintah, industri, dan masyarakat menjadi kunci utama untuk menciptakan Jakarta yang lebih sehat dengan udara yang bersih dan layak hirup.

Sementara itu, warga Jakarta berharap agar status kota dengan udara terburuk kedua di dunia ini menjadi momentum bagi semua pihak untuk bergerak lebih cepat dan efektif, demi kualitas hidup yang lebih baik di masa depan.


Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda

Tagged: