Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/BPN), Raja Juli Antoni, menyatakan kesiapannya untuk mencabut izin Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) yang dimiliki oleh 20 perusahaan. Langkah tegas ini akan berdampak pada pengelolaan lahan seluas total 750.000 hektare, termasuk di tiga provinsi di Sumatra yang kerap dilanda bencana lingkungan. Namun, keputusan final pencabutan izin ini masih menunggu persetujuan dan restu dari Presiden terpilih, Prabowo Subianto.
Pernyataan Raja Juli Antoni ini mengindikasikan adanya komitmen serius dari pihak pemerintah untuk meninjau ulang dan menindak tegas praktik-praktik pemanfaatan hutan yang dianggap tidak sesuai atau merugikan lingkungan. Evaluasi terhadap perusahaan-perusahaan pemegang PBPH ini diperkirakan sudah berlangsung sejak beberapa waktu lalu, terutama bagi entitas yang operasionalnya tumpang tindih dengan area rawan bencana atau disinyalir melakukan pelanggaran tata kelola hutan.
Ancaman Tegas untuk Pemulihan Lingkungan
Lahan seluas 750.000 hektare yang menjadi target pencabutan izin ini setara dengan lebih dari 10 kali luas wilayah DKI Jakarta, menunjukkan skala masalah yang sangat besar. Sebagian besar area tersebut berada di provinsi-provinsi Sumatra yang sering mengalami bencana ekologis seperti banjir bandang dan tanah longsor. Kondisi ini acapkali dikaitkan dengan deforestasi dan pengelolaan hutan yang tidak bertanggung jawab, menyebabkan kerusakan ekosistem yang masif dan berdampak langsung pada kehidupan masyarakat sekitar.
Pencabutan izin PBPH ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi fundamental untuk memulihkan fungsi ekologis hutan, mengurangi risiko bencana, serta mendorong praktik kehutanan yang lebih berkelanjutan. Pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN dan kementerian terkait lainnya terus berupaya menertibkan tata ruang dan pemanfaatan lahan agar selaras dengan prinsip keberlanjutan dan keadilan agraria. Inisiatif ini juga sejalan dengan amanat Undang-Undang Cipta Kerja yang memberikan ruang bagi pemerintah untuk mencabut izin usaha apabila terbukti melanggar ketentuan atau merugikan kepentingan umum.
Kami sudah siap dengan daftar 20 perusahaan tersebut. Data dan bukti-bukti pelanggaran sedang kami finalisasi. Ini bukan hanya tentang penegakan hukum, tapi juga komitmen kita untuk menyelamatkan lingkungan dan memastikan keadilan bagi masyarakat yang terdampak. Kami menunggu arahan dari Bapak Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk eksekusinya, ujar Raja Juli Antoni, seperti dikutip pada 04 December 2025.
Sinyal Kebijakan Hijau di Era Prabowo
Keterlibatan nama Prabowo Subianto dalam proses pengambilan keputusan strategis ini menjadi sorotan penting. Hal ini mengindikasikan bahwa isu lingkungan dan tata kelola sumber daya alam akan menjadi salah satu prioritas dalam kabinet baru mendatang. Permintaan “restu” dari Presiden terpilih menunjukkan adanya koordinasi tingkat tinggi dan keinginan untuk memastikan bahwa setiap kebijakan besar, terutama yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan keberlanjutan lingkungan, mendapatkan dukungan penuh dari pucuk pimpinan negara.
Pengamat kebijakan publik memandang langkah ini sebagai sinyal kuat bahwa pemerintahan di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto akan mengambil sikap tegas terhadap pelanggaran lingkungan dan akan berfokus pada pemulihan serta perlindungan hutan. Ini juga dapat diartikan sebagai upaya untuk menyelaraskan visi lingkungan dengan rencana pembangunan nasional, di mana investasi dan pertumbuhan ekonomi tidak boleh mengorbankan kelestarian alam. Ke depan, kebijakan serupa tidak menutup kemungkinan akan meluas ke sektor-sektor lain yang juga berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam, menuntut kepatuhan yang lebih tinggi dari seluruh pelaku usaha.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda






